Ketika penantian ini sudah mulai lelah, kupalingkan harap ini pada uluran tanganNya. Dan sambutan berbalut kasih pun tiada kira: begitu cepat dan indah lebih dari sebuah impian tengah malam.
Malam, ketika rinai menggerimis, enggan diri beranjak. Sosok manis tiada henti menangis. Mengais sisa rasa yang masih terpendam. Menggapai harap walau dalam mimpi. Karna diri tahu kesetiaan itu meyakinkan: Aku takkan pernah mampu tuk meninggalkanmu.
Pesona bianglala masih memancar. Memberi pesan kerinduan. Bisikkan lembut akan warnanya:tunggu dan lepaskan walau hanya sesaat.
Aku pernah merasa bahwa diri paling berarti. Dan kaupun beranggap bahwa diri ini tiada mengerti. Seribu pandang meragukan kemampuan, menghakimi akan keterbatasan.
Hingga gelapkan mata, lupakan cahya lembutNya, bahwa malampun sanggup untuk berbagi.
Malam 22 Agustus 2022
MenikDA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H