Lihat ke Halaman Asli

Berahi Pagi

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi Sabtu terasa beku. Dingin di sekolah ini merasuk kalbu, merangsek menusuk ruang-ruang belajar berdinding debu, menjalar sampai titik-titik syaraf tubuh. Kaku. Suhu di sini memang selalu begitu. Dingin. Dekat hutan-hutan, gunung dan bukit nempel di sisi kiri dinding sekolah. Terasa sejuk.


Di sini bukan puncak Bogor, terasa dingin karena sekolah dekat pula dengan puncak Sembalun dan Gunung Rinjani, bertaman hutan Lemor. Seratus meter dari sini sedang dibangun kebun raya Lombok. Jadi walau berlantai debu, selalu terlihat asri. Tak percaya? Ke sini saja.


Beberapa kali pagi ditemani kabut tipis, melintas para pelipis, menutupi kelam tadi malam. Murid-murid hanya diam. Mereka duduk terpaku di dinding dingin sekolah, para guru awas memandangi tapak kaki murid yang telanjang. Jalan berdebu di depan sekolah pun dibuatnya putih bersih. Sepi. Tak ada yang melitas cepat. Saat kabut merayap, semua terlihat bergerak pelan, tanpa daya tanpa beban.


Ruang belajar ditemani kabut, meja dan bangku diusap lembut kabut pagi. Sepuluh menit berlalu, kabut menipis pun berlalu. Semua terlihat cerah, matahari gagah memberi berahi.


Sayang, kabut berlalu tak beriringan dengan para koruptor, pengemplang bantuan operasional sekolah. Semua terlihat jelas. Tapi siapa kuasa? Tahta berbicara. Guru tidak tetap tak berdaya, komite sekolah hanya diam seribu bahasa. Beberapa guru diam bahagia karena selalu dapat bagian dua juta. Lah murid? Baju olah raga saja tak punya.


Inspektorat pernah datang memeriksa, tapi kanapa terlihat abai dengan derita murid-murid miskin. Katanya, "yang jelas sudah ada bukti pembelian." Padahal barang-barangnya tak nyata, hanya kertas-kertas kecil berbicara.


Pertanggungjawaban tertutup, diketahui pengelola saja, tak pelak menjadi racun pelemah dewan guru lalu mati kutu. Laporan sebatas formalitas di atas kertas, melibas batas dedikasi, inspektorat menggadai dedikasi pada sekolah pabrik korup, pro guru korup bebas lepas. Siapa yang tahu benar salah, saat kebenaran dibungkam dalam-dalam, kita hanya diam dalam kelam. Apa mau dikata. Inilah lingkar-lingkar penguasa, berahi pagi membuatnya langgeng berkuasa.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline