Lihat ke Halaman Asli

Cerpen | Y-E-N-A

Diperbarui: 30 Januari 2020   08:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

trendy train in aesthetic header from ariahtrainingblog.yesmissy.ru

Y-e-n-a. Ku habiskan waktu senggangku di kantor untuk terus mengeja sebuah nama seorang perempuan yang telah mencuri hatiku. Perempuan dengan senyum ramah yang ku temui dua bulan lalu di sebuah gerbong kereta. Sosok yang dengan sukarela memberikan tempat duduknya, ketika tak seorangpun bersedia melakukannya untukku yang nyaris pingsan. Dia pula yang telah memberikanku sebotol air dan membantuku meminumnya. Di tempat duduk itu, aku berusaha keras untuk terus tersadar dan merekam wajahnya dengan mataku. Mungkin saja aku bisa membalas kebaikannya seandainya nanti kami bertemu lagi. Beberapa saat kemudian aku terbangun dari tidurku dan perempuan tadi yang berdiri di depanku telah berganti menjadi orang lain. Entah aku pingsan atau cuma ketiduran, yang pasti aku telah melewati banyak stasiun dan juga stasiun pemberhentianku.

Hari-hari berikutnya aku terus pulang pergi naik kereta untuk menghindari kemacetan Jakarta yang begitu parah. Selain itu, aku juga ingin bertemu perempuan itu lagi. Aku harus bilang terima kasih dan mengembalikan botol minumnya. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya menemukan dia di antara para penumpang kereta yang jumlahnya tidak sedikit itu. Aku bahkan tidak tahu dia naik dan berhenti di stasiun mana. Kemungkinan untuk bertemu dengannya sangatlah tipis. Tapi entah kenapa, setiap kali aku masuk ke dalam gerbong kereta, mataku tak pernah berhenti untuk mencari dirinya di setiap sudut-sudut kereta. Entah kenapa aku sangat berharap menemukannya.

Sampai suatu hari, ku rasa Tuhan mendengar doaku. Setelah tiga hari berturut-turut aku mencarinya, akhirnya tanpa sengaja kami duduk bersebelahan. Aku terkejut sekaligus senang. Aku terus menengok ke samping untuk melihat wajahnya dengan lebih jelas. Benar, dialah perempuan itu. Tapi aku malu sekali untuk menyapa, jantungku berpacu begitu cepat, dan keringat dingin mulai bercucuran membasahi keningku. Beberapa saat kemudian, dia beranjak dari tempat duduknya untuk turun. Aku buru-buru bangkit dan mengejarnya. Hampir saja aku kehilangan jejak. Aku berlari ke arahnya dan tanpa sadar tangan kananku menggapai tangan kirinya. Seketika dia terkejut, aku juga terkejut. Aku langsung melepas genggamanku.

"Maaf," kataku dengan cepat.

Dia diam saja dan berpaling dariku. Aku berjalan mengikuti langkahnya, lalu aku beranikan diri untuk menghentikan langkahnya lagi. Aku berdiri di depannya.

"Hai," sapaku canggung. "Ingat saya nggak mbak?" tanyaku padanya. "Mbak yang hari senin kemarin nolongin saya pas saya mau pingsan di kereta."

"Maaf mas, nolongin gimana ya maksudnya?"

"Mbak yang ngasih saya tempat duduk sama air minum," jelasku sambil menunjukkan botol minumnya akan aku kembalikan.

"Oh, masnya yang waktu itu mau pingsan ya?, jawabnya dengan tersenyum. "Gimana sekarang, udah baikan?"

"Udah kok, kemarin cuma kecapean aja." gara-gara melihat senyumnya, hampir saja aku lupa untuk mengucapkan terima kasih. "Oh iya, ini saya balikin botol mbak, sama saya mau bilang makasih banyak karena udah nolongin saya waktu itu. Saya nggak tau kalau kemarin mbak nggak ngasih saya tempat duduk, pasti saya udah pingsan dan jadi tontonan gratis orang-orang."

"Sama-sama,"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline