Lihat ke Halaman Asli

Tembikar dan Harap Berserakan

Diperbarui: 24 Juni 2015   05:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

di puncak bukit  ini bayang angin berkelebat berputar,

di bawah matahari jejaring sinar terik menyergap membakar,

dan kita bagai tongkat-tongkat rapuh yang ditancapkan,

terperangkap terkapar dengan perih panas di ubun-ubun mencakar

harap-harap kita beterbangan bagai daun gugur melayang,

berkeliling-keliling jatuh pasrah

dari teriak serak semakin pudar sayup bisik lalu menghilang

senyap hening patuh menyerah

.

kami yang mencoba, berdiri angkuh menyanggah tentu takdirmu

seiring kerasnya hati pada banyak pilih enggan atau tak mau

tersadar pada rumput yang mengering sekejap dan langsung layu

sering memaksa kebodohon pikir dan semunya tak tahu

lumat aku dalam tempah jemarimu penjunan

bagai beling tembikar menanti dihancurkan

berharap terbentuk kembali jadi tempayan

darimu ya yang berbelas kasihan

kuyakin beroleh kemurahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline