di puncak bukit ini bayang angin berkelebat berputar,
di bawah matahari jejaring sinar terik menyergap membakar,
dan kita bagai tongkat-tongkat rapuh yang ditancapkan,
terperangkap terkapar dengan perih panas di ubun-ubun mencakar
harap-harap kita beterbangan bagai daun gugur melayang,
berkeliling-keliling jatuh pasrah
dari teriak serak semakin pudar sayup bisik lalu menghilang
senyap hening patuh menyerah
.
kami yang mencoba, berdiri angkuh menyanggah tentu takdirmu
seiring kerasnya hati pada banyak pilih enggan atau tak mau
tersadar pada rumput yang mengering sekejap dan langsung layu
sering memaksa kebodohon pikir dan semunya tak tahu
lumat aku dalam tempah jemarimu penjunan
bagai beling tembikar menanti dihancurkan
berharap terbentuk kembali jadi tempayan
darimu ya yang berbelas kasihan
kuyakin beroleh kemurahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H