Lihat ke Halaman Asli

Setungkul Kebohongan

Diperbarui: 23 Agustus 2023   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ia bak gerimis di pagi yang cerah
Bukan tanpa alasan ataupun sebuah kebetulan
Membasahi kelopak yang rentan untuk layu
Sebagai pecandu mimpi, seruannya menggema di setiap sudut rumah
Laksana fatamorgana di atas  tanah yang tandus
Menyapa tangan-tangan mungil untuk di kebiri

Tanahku subur
bunga-bunga tumbuh dan mekar di atas bebatuan
Semak belukar menjalar mengikuti  rimbunnya pepohonan
Tetapi masih saja ada rakyat yang kelaparan
Anak-anak yang bertengger di tiang jalanan
Bapak-bapak yang mendorong gerobak sampah
Ibu-ibu pedagang kaki lima yang di tangkap dengan dalih tertib kota

Lalu apa gunanya kau yang kami pilih?
Bukankah janji-janjimu hampir menyerupai janji-janji Tuhan kepada seorang hamba?
Bukankah penampilanmu hampir menyerupai penampilan ulama?
Bukankah moralmu lebih tinggi dari ambisimu?

Dimana hati nuranimu?
Hanya satu kalimat yang ingin aku ucapkan
Jika tak mampu mewakili suara rakyat maka kembalikan demokrasi ketangan rakyat

Menakar Syair

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline