Lihat ke Halaman Asli

Guru Menulis

Diperbarui: 20 Februari 2022   07:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok.Pribadi

Sastrawan legendaris, Pramoedya Ananta Toer mengatakan "orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah".

Gerakan menulis di SMK Negeri 10 Semarang yang dicetuskan oleh Bapak Ardan Sirodjuddin, S.Pd.,  Kepala SMK Negeri 10 Semarang, disambut antusias. Terbukti dengan data statistik sekolah yang  berkonstribusi dalam pengisian konten di website Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 1 per Januari 2022, SMK Negeri 10 Semarang berkontribusi sebanyak 23 konten berita dan 26 konten gagasan, mengungguli sekolah yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa produktifitas menulis guru dan tenaga kependidikan sudah semakin meningkat. 

Meski secara detail  belum ditampilkan berapa banyak guru yang  yang telah berkontribusi menghasilkan tulisan tersebut. Namun capaian awal ini mudah-mudahan pertanda bahwa aktifitas menulis, sudah mulai menggeliat dan mengasikkan dikalangan warga SMK Negeri 10 Semarang. Mudah-mudahan  pula tren positif dalam tataran menulis ini, tidak serta merta menjadikan guru-gurunya membusungkan dada dan menjadi takabur, apalagi berpuas diri. 

Tetapi akan meningkatkan motivasi guru untuk terus menghasilkan tulisan yang lebih berbobot. Apalagi, menulis merupakan modal dasar yang harus dipunyai oleh setiap guru. Tuntutan profesi yang mengharuskan guru membuat karya tulis ilmiah, dan publikasi ilmiah, untuk pengembangan dirinya, menjadikan menulis adalah pondasi utama yang harus dikuasai setiap guru. Tanpa itu, guru akan kesulitan untuk merealisasikan tuntutan profesi tersebut. Bagi guru, selayaknya menulis bukan merupakan aktifitas selingan lagi, tapi seharusnya  merupakan kebutuhan pokok yang harus disempat-sempatkan, karena dari menulis, pengetahuan guru jelas akan semakin terasah. 

Dengan menulis, sebetulnya seorang guru telah mengembangkan profesinya sebagai guru, sehingga peningkatakan kualitas pembelajaran benar benar dihasilkan dari budaya riset, yang hasilnya bisa disebar luaskan kepada guru yang lain, sebagai sumber rujukan. Dengan menulis sebenarnya guru dapat menuangkan ide gagasan brilian, tentang apa saja sehingga mampu menginspirasi pembaca siapapun.  Dengan menulis sebenarnya guru telah mengukir suatu karya, karya intelektual.

Dengan menulis guru telah meninggalkan jejak (jejak akademis, jejak sejarah, jejak budaya, dan lain lain), orang akan tetap mengenangnya, orang akan tetap mengenalnya, karena guru meninggalkan jejak, legacy (warisan) dalam bentuk karya tulisan. Karya tulisan tetap hidup walau jasad telah mati, dan karya tulis termasuk dalam ilmu yang bermanfaat yang terus mengalirkan kebaikan bagi penulisnya. Menyampaikan gagasan atau ide pemikiran melalui tulisan lebih abadi, dari pada menyampaikannya lewat lisan. Meningkatkan kemampuan menulis adalah bagian yang tidak terpisahkan dari tugas besar seorang guru. Jika ada peribahasa : Harimau mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, guru wafat meninggalkan karya. Maka berkaryalah, dan salah satu karya yang mudah dan kemudian cepat memberikan manfaatnya adalah menulis.

Aktifitas menulis tidak serta merta terwujutkan manakala guru tidak meluangkan waktu untuk membaca. Dengan kata lain, membaca adalah kunci utama menulis.  Ungkapan yang sering terdengar adalah : membaca adalah jendela dunia. Dengan membaca  Anda dapat bertualang ke mana-mana. Semakin banyak seseorang membaca, maka semakin banyak informasi dan pengetahuan yang tersimpan di dalam memori pikirannya. Sehingga membaca adalah proses pembendaharaan kata yang kemudian menjadi bahan untuk diaktualisasikan dan disosialisasikan. Dengan membaca wawasan guru semakin luas dan tak terbatas.  

Dimulai dari membaca dan membaca kemudian lahir sebuah karya tulisan yang  fenomenal dan menginspirasi pembacanya. Sehingga, membaca merupakan hal yang sangat penting dan harus dilakukan oleh setiap guru. Saya, berandai andai, jika kebiasaan membaca dan menulis ini tumbuh pesat di SMK Negeri 10 Semarang, maka ruang guru akan senyap, karena orang-orang di dalamnya sibuk menulis dan membaca literaturnya masing-masing. Guru-guru mudanya asik dengan laptopnya, untuk menulis artikel dan karya saatra, dan bukan untuk main game. 

Setiap pembicaraan diantara guru selalu  saling menggali informasi, berdiskusi ilmiah untuk mendapatkan info yang bermanfaat sebagai bahan tulisannya. Kebiasaan guru membaca dan menulis tentu akan berimbas baik terhadap siswa, karena siswa selalu melihat bahwa dimanapaun berada guru-gurunya selalu sibuk dengan bacaannya. Sehingga pada akhirnya siswa terpengaruh dan terbawa dengan melihat kebiasaan gurunya yang selalu membaca di manapun berada pada waktu-waktu luangnya. Dipastikan, ruang perpustakaan penuh dengan siswa membaca. Begitu pula, pada jam-jam istirahat siswa disibukkan dengan memegang buku dan membaca.  Kapan kah itu menjadi kenyataan ?  Wallahu a’lam – Hanya Allah yang Maha Mengetahui segalanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline