Gender merujuk kepada perilaku-perilaku yang membatasi individu-individe sebagai laki-laki dan wanita dalam konteks sosial dan budaya tertentu. Didalam budaya barat ada anggapan umum bahwa perbedaan-perbadaan perilaku berkaitan dengan perbedaan-perbedaan ragawi yang memberikan dasar material untuk mengembangkan gender; meskipun tidak pasti ada. Diduga juga ada hanya terdapat dua gender, sebuah dugaan yang tidak sah secara universal dan yang menjadi masalah bagi mereka yang dilahirkan dengan kelamin yang tidak mudah dikategorikan kedalam perempuan atau laki-laki atau mereka yang memiliki tubuh dengan perlawanan yang berlawanan dengan gender mereka.
Sandra harding menyatakan bahwa kajian gender meliputi tiga dimensi, simbolisme gender (budaya), pembagian kerja secara sosio-seksual (struktur sosial), dan identitas gender (tindakan dan agensi). Dalam sosiologi, tradisi-tradisiteoritik yang berbeda mengonseptualisasikan gender dengan cara-cara yang berbeda, biasanya menekankan satu atau yang lainnya dari dimensi-dimensi tersebut. Didalam teori sosial klasik, tempat-tempat berbeda melik laki-laki dan perempuan dalam pembagian pekerjaan secara sosial dianggap sebagai alamiah dan didasarkan atas peran-peran mereka yang berbeda dalam reproduksi biologis. Dugaan yang sama terdapat dalam fungsionalisme struktural Talcott Parsons. Dia mengembangkan teori peran seks yang instumental dalam keluarga karena perkawinan. Menurut parsons, perempuan mengambil peran ekspresif sementara laki-laki mengambil peranan instrumental. Peran-peran sosial berkaitan dengan posisi-posisi tertentu dalam pembagian kerja sosial dan menyediakan aturan mengenai feminitas dan maskulinitas yang dipelajari melalui proses sosialisasi; aturan-aturan tersebut berbeda untuk anak perempuan dan anak laki-laki. Sosialisasi adalah spesifik gender dan berkaitan dengan jenis kelamin biologis; budaya mengkolaborasikan dasar-dasar yang disediakan oleh alam. Elaborasi ini tidak ditentukan, meskipun, sosialisasi dapat saja mengalami kesalahan. Hal ini mendorong perolehan peran seks yang tidak tepat. Oleh karena itu kesalahan sosialisasi dapat digunakan untuk menjelaskan homoseksualitas atau penyimp-angan lainnya dari peran seks yang normatif. Gagasan mengenai peran jenis kelamin dan sosialisasi gender adalah penting dalam penting dalam menangani kesetaraan gender dan bagaimana remaja didorong untuk mengambil pekerjaan-pekerjaan yang tidak tradisional.
Gagasan gender sebagai peran terdapat pula dalam karya para interaksinalime simbolis. Contohnya, evring goffman mendefinisikan peran sebagai penampilan, dekat dengan berakting diatas panggung. Peran-peran dapat berubah dan dapat diambil dan ditinggalkan oleh para individu aktor sosial. Hal ini membuka peluang untuk mengonseptualisasikan gender sebagai sebuah pertunjukan peran yang merupakan situasi yang berpengaruh dalam perdebatan mengenai gender dan seksualitas dewasa ini.
Para sosiolog feminis yang mengambil teori peran-seks dalam kesimpulan logisnyak, menyatakan bahwa keragaman tidak terbatas pada peran-peran seks lintas budaya menegaskan bahwa peran-seks tidak berdasarkan perbedaan-perbedaan biologis melainkan diskonstruksi secara sosial dan budaya. Ann Oakley membuat pembedaan konseptual antara seks biologis-berhubungan dengan kemampuan reproduksi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan- dengan gender yang bergam secara lintas budaya dan dikonstruksi secara sosial. Konseptualisasi gender tersebut melihatnya sebagai posisi bawaan yang berhubungan dengan peran spesifik seks yang beragam didalam ataupun antarbudaya. Pemisahan konseptual antara gender (kultural) dengan seks (alamiah) memungkinkan untuk memahami bahwa hubungan-hubungan sosial didasarkan atas perbedaan seksual lebih bersifat sosial daripada ilmiah.
rujukan :
sosiology key concept
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H