MODERASI BERAGAMA UNTUK ERA DISRUPSI DIGITAL
Adanya perubahan zaman tradisional menuju modern, tentu mengubah kebudayaan manusia ke arah kebebasan diberbagai aspeknya, sehingga akhlak dan mulai diabaikan, dengan alasan bebas berpendapat dan bertingkah laku. Apalagi di era disrupsi digital telah membawa dampak perubahan nilai terhadap pola hidup masyarakat, salah satunya kebiasaan berbicara dan berpendapat di media digital yang menimbulkan konflik antar umat beragama. Era disrupsi digital berhasil mencapai taraf excellent, berbagai kebutuhan manusia dapat dipenuhi dengan cara yang mudah, cepat dan efisien. Namun, dalam bidang spiritual peradaban perlu adanya filterisasi (penyaringan). Bahkan karena begitu banyaknya sumber untuk mendapatkan wawasan spiritual manusia menyalahgunakan kemudahan tersebut. Hal tersebut bisa saja menjadi ancaman bangsa dan negara sendiri, sebab pada masa disrupsi digital ini tentu sangat berlawanan dengan ajaran Islam dan kondisi keberagaman Indonesia. Tantangan pemahaman keagamaan saat ini diantaranya radikalisme agama yang semakin menguat baik secara tekstual, simbolik, klaim kebenaran tunggal, atau penolakan atas perbedaan; model beragama yang permissive, longgar dalam memahami teks-teks ajaran Islam; munculnya beragam madzhab dan aliran; gejala tinkering (merumuskan agama sesuai selera/prasmanan), runtuhnya otoritas (the death of expertise), dan generasi muda sebagai generasi masa depan akan menjadi pemimpin pada waktunya. Secara kuantitatif dan kualitatif memiliki keunggulan yang strategis dan sedang menghadapi era digitalisasi.
Berdasarkan informasi yang dimuat Tribun News pada 29 Maret 2021 terjadi Kasus Bom di Makassar, JAMMI: Ancaman Ideologi Radikalisme dan Terorisme Itu Nyata. Aksi ini menjadi kelabu dan menambah rentetan panjang pelaku aksi bom bunuh diri. Kemungkinan besar kasus ini terjadi karena kurangnya sikap moderat dalam beragama. Mereka hanya mengklaim kebenaran tunggal, tanpa mengambil sikap tengah-tengah (wasathiyah) dalam menjalankan agamanya. Hal ini bisa terjadi karena beberapa faktor diantaranya sebagai berikut: faktor pemikiran, pendidikan, psikologis, teknologi. Moderasi beragama penting diterapkan di saat ekstremisme, radikalisme, intoleransi, dan ujaran kebencian. Moderasi beragama merupakan kunci terciptanya toleransi dan kerukunan diberbagai tingkatan. Moderasi adalah suatu kebajikan yang mendorong terciptanya harmoni sosial dan keseimbangan dalam kehidupan secara individu, keluarga dan masyarakat.
Sebagaimana juga telah dijelaskan pada Q.S al-Baqarah:143 :
وَكَذٰلِكَ جَعَلْنٰكُمْ اُمَّةً وَّسَطًا لِّتَكُوْنُوْا شُهَدَاۤءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُوْنَ الرَّسُوْلُ عَلَيْكُمْ شَهِيْدًا ۗ
Artinya: Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H