Lihat ke Halaman Asli

Penulis: Penganggur atau Profesi yang Menjanjikan?

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tidak sedikit orang yang menganggap remeh pekerjaan sebagai penulis. Apa sih gunanya jadi penulis? Memangnya bisa bikin duit? Penulis kan kerjanya cuma duduk dan nulis seharian. Seperti penganggur saja! Kata-kata seperti itu mungkin sudah pernah mampir di telinga semua penulis, dari yang masih amatir maupun yang sudah “sepuhâ€. Menyakitkan memang, tapi begitulah kenyataannya. Orang-orang masih bertanya-tanya apakah penulis adalah penganggur atau profesi yang menjanjikan? Pekerjaan utama penulis tentu saja menulis baik fiksi maupun nonfiksi. Kegiatan ini dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja. Bagi seorang penulis, menulis atau mengetik seharian di kamar bisa berarti bekerja. Namun, bagi orang-orang di sekitarnya, kegiatan tersebut kerap kali dianggap sepele. Lho, wong dia seharian di rumah terus kok. Tidak pergi ke kantor ya berarti tidak bekerja dong. Tidak jarang pula orang mengganggu penulis ketika sedang bekerja. Alasannya sama, penulis tidak tampak sedang bekerja. Itulah sebagian penderitaan penulis. Persepsi masyarakat yang seperti ini membuat penulis merasa kurang nyaman. Walaupun keluarga dapat diajak berkompromi, hal serupa sulit dilakukan dengan orang luar. Sebagai contoh, Elizabeth Lutters (penulis skenario dalam negeri) bercerita dalam bukunya Kunci Sukses Menulis Skenario bagaimana ia berkompromi dengan keluarganya supaya bisa bekerja menulis di rumah. Dengan laptop terbuka sepanjang hari, Elizabeth dapat bekerja sambil sesekali bercanda dengan keluarganya. Lain halnya dengan orang-orang yang bertamu ke rumahnya. Tentunya si tuan rumah merasa rikuh bila tidak menerima mereka. Ini dapat menjadi simalakama bila si penulis sedang menghadapi deadline. Penulis bukan penganggur! Walau tidak setiap hari kerja bekerja di kantor resmi, mereka bekerja di “kantor†mereka sendiri. Contohnya adalah Ken Terate (penulis beberapa TeenLit dalam negeri) yang menciptakan kantornya sendiri di rumahnya. Kerjanya delapan jam sehari meliputi menulis, membaca, observasi dan membalas e-mail. Meskipun bos dan karyawannya dia sendiri, Ken selalu disiplin dengan peraturan-peraturan yang telah dibuatnya. Jadi, penulis tidak sama dengan penganggur. Mereka bekerja dengan cara mereka sendiri. Mereka berkarya dan menghasilkan uang dari karya tersebut. Tidak jauh berbeda dengan para pegawai kantoran, bukan? Profesi yang Menjanjikan Sayangnya, tidak banyak orang Indonesia yang berani menjadi penulis full time. Mereka cenderung kurang percaya bahwa profesi penulis dapat menghasilkan cukup uang, apalagi bagi yang sudah berkeluarga. Profesi ini di Indonesia biasanya dijadikan pekerjaan sampingan saja. Padahal, sebenarnya profesi penulis cukup (kalau terlalu berlebihan untuk dibilang sangat) menjanjikan. Apabila dijalani dengan serius, penghasilan profesi ini bahkan bisa lebih besar daripada pegawai kantoran biasa, apalagi bila kita sudah punya banyak koneksi atau mendapat kontrak yang menggiurkan. Sepuluh tahun lalu, Andreas Harefa telah menjabarkan dalam bukunya, Agar Menulis-Mengarang Bisa Gampang, seberapa besar kemungkinan profesi penulis dapat menopang hidup seseorang. Penulis artikel lepas yang produktif bisa menghasilkan 3-4 artikel dalam seminggu. Apabila satu artikel dihargai Rp300.000,00 dan 12 artikel penulis itu dalam sebulan dimuat di media massa, berarti dia mendapat Rp3.600.000,00—lebih besar daripada gaji seorang dosen pada umumnya (pada masa itu). Angka ini masih bisa membesar lagi apabila artikel-artikelnya dibukukan. Contoh yang lebih konkret adalah Endang Rukmana, mahasiswa program studi Sejarah 2004 FIB UI. Novelis yang novel kesepuluhnya diterbitkan bulan ini berpenghasilan sudah lebih dari lumayan sebagai mahasiswa. Royaltinya sekarang berkisar antara 5—7 juta rupiah per bulan. Angka ini akan bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah novel yang dia terbitkan. Profesi penulis skenario juga sangat menjanjikan. Putaran uang di dunia entertainment, tidak diragukan lagi, sangatlah besar. Naskah satu episode sinetron berdurasi 1 jam dapat dihargai 2 juta rupiah untuk penulis pemula. Apabila kita memegang kontrak satu seri sinetron mingguan, berarti kita dapat berpenghasilan sekitar 8 juta rupiah per bulannya. Tentunya angka ini belum seberapa bila dibandingkan dengan penghasilan penulis skenario sinetron Intan yang ditayangkan setiap hari! Semua pekerjaan bila digeluti dengan serius pasti akan membuahkan hasil yang maksimal. Ini tidak terkecuali bagi penulis. Profesi ini memang masih dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat Indonesia. Namun, setelah membaca tulisan ini, apakah anggapan Anda masih serupa dengan mereka? oleh Melody Violine

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline