Lihat ke Halaman Asli

Tanggapan dr. Sukiman (UMK Kudus) tentang Mindful Parenting

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

MELLY KIONG

MENYENTUH HAL YANG BIASA MENJADI LUAR BIASA

“Tidak ada rotan akarpun jadi” suatu kiasan yang telah terterima secara umum untuk menggambarkan suatu usaha menggapai sesuatu yang diinginkan,karena sarana ideal yang diperlukan tidak tersedia maka usaha dilakukan dengan menggunakan sarana yang sederhana ataupun yang ada. Tapi tidak demikian halnya dengan Melly Kiong, seorang yang mengaku hanya lulusan SMA, dapat menggunakan “akar”, sesuatu yang sederhana, untuk menjadi “rotan”, sesuatu yang besar, dalam ranngka mempersiapkan generasi Emas Indonesia di tahun 2045. Suatu paparan pengalaman pribadiyangdipaparkan pada seminar parenting pada perayaan 10 Tahun Lembaga PAUD PELITA NUSANTARA Kudus tanggal 19 Januari 2014 di Auditorium Universitas Muria Kudus.

Menyimak muatan materi yang dibawakan tercermin adanya semangat membuat perubahan terhadap stereotype orang tua pada umumnya dalam melakukan pengasuhan terhadap putra putrinya, yakni memberi perlakuan terhadap anak untuk menjadi orang sebagaimana yang dikehendaki orang tua dengan tanpa melibatkan atau memperhatikan anak. Artinya, anak yang sedang dalam proses tumbuh kembang memerlukan adanya pemenuhan kebutuhan yang sangat mendasar dari orang tuanya seperti kasih sayang, kehangatan, perasaan aman dan nyaman, pengakuan, perasaan diterima. Suatu kebutuhan yang pada hakikatnya juga dibutuhkan oleh para orang tua dari lingkungannya. Kecenderungan orang tua lupa memberikan kebutuhan-kebutuhan tersebut, sehingga dinyatakan bahwa orang tua kini tidak menjadi idola bagi anak-anaknya karena perlakuanyang diberikan tidak menyenangkan. Rumah bukan tempat yang aman dan nyaman, karena iklim keluarga yang tidak mengenakkan, banyak tuntutan dan penghakiman terhadap kekurangan anak, akibatnya banyak anak yang mencari ketenangan dan kenyamanan di luar. Menghadapi realita yang demikian ditawarkan alternatif solusi bagi para orang tua, bahwasanya orang tua perlu mendengar dengan hati, tidak hanya mengedepankan apa yang dipikirkan, orang tua perlu bicara dengan empati, tidak egois, tidak serta merta menghakimi atas kesalahan anak, berani mengakui kesalahan kalau memang ternyata yang dilakukan orang tua terhadap anak salah. Contoh perlakuan sederhana yang mendidik diberikan sewaktu anak meminta orang tua untuk membukakan bungkus permen. Orang tua perlu menunjukkan cara membuka, mengajarinya, dan memberikan pujian kepada anak atas keberhasilan anak. Jika pada kesempatan selanjutnya anak masih belum bisa melakukan apa yang diajarkan, orang tua disarankan tidak cepat marah, tetapi memberikan penjelasan, suatu yang belum menjadi kebiasaan orang tua pada umumnya. Contoh pengakuan dan penghargaan atas karya anak beliau tunjukkan lewat pendokumentasian hadiah yang diterima dari anaknya. Sedangkan bentuk perhatian yang paling sederhana dan sekaligus pengakuan salah dituliskan dalam “Mocil” (memo kecil) untuk anak-anaknya. Dan untuk memotivasi anak berprestasi beliau menjanjikan suatu pemberian tertentu jika syaratnya dapat dipenuhi oleh anak.

Apa yang ditawarkan Bu Melly sejatinya bukan sesuatu yang aneh, akan tetapi cara yang ditunjukkan itulah yang menjadikan kunci yang menarik dan sekaligus pembeda dari cara-cara pada umumnya yang dilakukan oleh para orang tua. Maka harapan beliau akan tumbuhnya Melly-Melly yang lain dalam memberikan pengasuhan terhadap anak sebagai generasi masa depan patut mendapat dukungan dari semua orang tua. Walaupun apa yang ditawarkan dinyatakan berdasarkan pengalaman dalam mengasuh anak-anaknya, tidak berdasarkan teori, tetapi sejatinyajika dikaitkan dengan teori bisa saja masuk dalam kategori teori motivasi, stimulus – respons, reward and punishment, dan lainnya.

Sebagai pemenuhan terhadap permintaan beliau atas apa yang disampaikan, dapat disampaikan disini bahwa nampaknya beliau ini masih single fighter, karena itu kiranya perlu tim penyempurna atas gagasan dan pengalaman beliau dalam parenting, sehingga dalam memberikan jawaban atas pertanyaan orang tuayang anaknya berani melanggar peraturan karena takut tidak diakui teman-teman dalam kelompok tertentu, tidak hanya menyarankan orang tua untuk tegas dalam menjelaskan sesuatu yang tidak boleh kepada anaknya, tetapi seharusnya juga menyoal tentang apa yang diperoleh anak dalam kelompoknya itu, yang hal itu tidak diperoleh dalam keluarga, atau konskekuensi dari tidak diakuinya anak tersebut dari kelompoknya. Kemudian pada pemberian hadiah kepada anak jika dapat memenuhi syarat yang ditentukan, muncul adanya kekhawatiran bahwa anak melakukan sesuatu hanya karena hadiah, jika tidak ada hadiah anak tidak berbuat sebagaimana kalau ada hadiah yang dijanjikan. Dalam hal ini tidak salah tetapi ada yang kurang, yakni belum nampak adanya upaya yang mengarah pada dapat tumbuhnya tindakan positif pada anak walau tidak ada hadiah. Secara teori apa yang dilakukan Bu Melly masuk pada ranah pemberian motivasi ekstrinsik, sementara yang lebihmemiliki daya banting adalah motivasi intrinsik, suatu dorongan melakukan tindakan berasal dari dalam diri sendiri. Terlepas dari kekurangan yang ada apayang disajikan Bu Melly: “Hebat”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline