Lihat ke Halaman Asli

Alangkah Indahnya Pelangi

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tiga minggu lalu terakhir saya melihat pelangi, itu pun terjadi tidak sengaja ketika saya melintasi wilayah Klaten, terlihat jelas warnanya meskipun berlangsung dengan cepat karena kereta prameks tidak berkenan berhenti. Sebelumnya saya pernah melihat pelangi mungkin 2 tahun yang lalu, itu pun tidak sengaja motor yang kami kendarai macet di jalan raya jogja – solo. Lalu saya dan pasangan saya melihat arah kanan kami yang masih sawah namun tak disangka diatasnya ada pelangi. Luar biasa, kami merasa takjub karena kejadian itu baru sekali kami rasakan berdua. Memang gaya pacaran yang murah hanya melihat pelangi saja kami sudah merasa bahagia. Terkenanglah masa kanak – kanak, yang seringkali terlihat ketika langit mulai mendung atau seusai hujan maka setiap kali melihat pelangi saya dan beberapa teman selalu bernyanyi

Pelangi pelangi alangkah indahmu,
merah kuning hijau di langit yang biru
pelukismu agung
siapa gerangan
Pelangi – pelangi ciptaan Tuhan.

Memang indah warna itu, seperti warna kulit yang berbeda serta warna bunga yang beraneka ragam ada mawar merah,kenanga yang hijau, bahkan sekarang pun ada mawar batik yakni perpaduan warna merah dan putih dalam lembaran kuntumnya. Hidup memang lebih indah jika ada beraneka macam warna demikian syair lagu yang diarransemen oleh Adi Kla Project.

Maka ketika ada penyeragaman keyakinan karena sikap dominasi, saya mulai khawatir bahwa warna – warna lain akan pudar maka akan hanya ada satu warna yang mendominasi. Ini seperti menyaksikan sebuah film, film hitam putih saja kita yang melihat sudah merasa jenuh. Lalu bagaimana jika film hanya didominasi satu warna saja misalkan putih atau hitam saja apakah film itu bisa terlihat visualisasinya?

Sikap dominasi memang berbahaya, karena menganggap dukungannya lebih banyak maka muncullah rasa percaya diri yang berlebihan sehingga merasa kebenaran itu absolute menjadi miliknya. Aneh memang, manusia diberikan kelebihan akal serta nurani yang menunjukkan kemuliaan dibandingkan dengan makhluk hidup lainnya. Namun seringkali tidak digunakan atau dilarang digunakan untuk memahami warna – warninya kondisi. Jangan – jangan hal tersebut dilakukan bukan mendasarkan dua kelebihan manusia. Maka jika tidak menggunakannya, berarti manusia tersebut sama halnya dengan makhluk hidup lainnya.

Penciptaan manusia bukanlah kebetulan tetapi memang sudah direncanakan oleh Tuhan, seandainya waktu itu Adam hanya seorang diri dan tiada Siti Hawa, bagaimana jadinya? Padahal mereka dua warna yang berbeda, berarti warna – warni itu adalah takdir. Tergantung bagaimana manusia bisa mengelolanya dengan mendasarkan pada akal dan nurani. Semoga warna – warni pelangi itu tetap indah terlihat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline