Lihat ke Halaman Asli

Kesalah Pahaman Masyarakat Terhadap Promosi Penggunaan Kondom

Diperbarui: 7 Oktober 2015   13:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Condom-Connection"][/caption]

Ketika menyebut “kondom” tidak sedikit masyarakat yang berasumsi bahwa kondom selalu identik dengan pekerja seks komersial (PSK) atau sebatas untuk mencegah kehamilan bagi pelaku seks bebas. Dalam masyarakat yang mengutamakan norma-norma agama, sesuatu yang berhubungan dengan seks ditabukan. Termasuk diantara yang ditabukan adalah pembicaraan, pemberian informasi dan pendidikan seks. Akibatnya, jalur informasi yang benar dan bersifat mendidik sulit dikembangkan untuk mengimbangi jalur informasi yang salah dan menyesatkan yang sering kali mengakibatkan kerugian baik secara fisik, materi dan juga waktu.

Belum lama ini media sosial di hebohkan dengan issue penggunaan kondom yang menurut sebagian orang sosialisasi tersebut kesannya seperti melegalkan hubungan seksual untuk semua kalangan. Padahal sebenarnya yang menjadi sasaran utama dari sosialisasi tersebut adalah kelompok risiko tinggi agar melakukan safe sex dengan menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Tapi tidak menutup kemungkinan sosialisasi tersebut juga untuk siapa saja yang sering menyimpang.

Tidak seperti penyalahgunaan obat/narkotika dimana diperlukan ciri kepribadian dan kondisi sosial tertentu, maka penyalahgunaan seks dapat terjadi pada setiap orang selama orang yang bersangkutan dalam keadaan sehat. Seks adalah kebutuhan biologis manusia, jadi pada hakikatnya setiap individu secara potensial adalah pelaku seks. Potensi ini akan mencapai puncaknya pada usia remaja, sampai ia tidak membutuhkannya lagi diusia tuanya.

Selama masa seksual aktif, norma-norma masyarakat mengatur tingkah laku seksual mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Dalam masyarakat yang mendahulukan kepentingan individu, tidak ada pembatasan terhadap perilaku seksual sejauh tidak mengganggu kepentingan umum. Maka hubungan seks ekstra-marital dapat dilakukan lebih leluasa dengan satu pasangan tertentu maupun berganti-ganti pasangan. Sedangkan dalam masyarakat yang mengutamakan kepentingan umum apalagi norma-norma agama, hubungan ekstra-marital merupakan perbuatan yang tercela. Akan tetapi ini tidak berarti bahwa hubungan seksual ekstra-marital tidak ada sama sekali. Hubungan itu tetap berlangsung walaupun tidak secara terbuka. Berbagai penelitian di Indonesia menunjukkan antara 2-20% remaja dibawah umur 20 tahun mengaku pernah berhubungan seks. Dan penelitian di Jakarta pernah mengungkapkan bahwa 2 diantara 3 pria pernah melakukan seks diluar nikah. Faktor yang mempengaruhi seks bebas saat ini terutama di kota-kota besar adalah dimana kontrol sosial sudah berkurang efektivitasnya, sementara media masa menyajikan hal-hal yang merangsang hasrat seksual yang diikuti pula dengan berbagai sarana dan prasarana untuk melaksanakan penyalurannya.

Akibat dari tidak bisa berkembangnya informasi seksual yang benar adalah terjadinya praktek-praktek yang tidak sesuai dengan azas kesehatan. Mengkonsumsi jenis makanan atau minuman tertentu dianggap bisa memperkuat daya seksual. Sebaliknya penggunaan kondom baik untuk pencegahan penyakit maupun untuk KB enggan dilakukan orang karena malu membelinya. Alhasil jika suatu saat orang terkena penyakit menular seksual (PMS), maka timbul perasaan enggan ke dokter juga karena malu. Perasaan malu ini disebabkan oleh norma-norma sosial yang ketat. Karena enggan ke dokter, mereka biasanya mengobati dirinya sendiri, entah dengan minum jamu-jamu tradisional, atau obat yang dibeli di toko obat liar. Biasanya pengobatan seperti ini bukan hanya tidak menyembuhkan, tetapi juga tidak tuntas karena orang yang bersangkutan cenderung menghentikan obatnya begitu ia merasa gejala sakitnya sudah hilang. Obat-obatan yang diberikan oleh dokter (khususnya antibiotika) sering juga tidak dihabiskan. Seperti yang dijelaskan dalam berbagai penelitian bahwa hal ini mengakibatkan tumbuhnya resistensi yang lebih kuat pada kuman-kuman yang sebenarnya hendak diberantas itu.

Well, kita kembali pada inti pembahasan soal kondom. Di Indonesia kondom dikenal sebagai alat kontrasepsi atau alat KB pria. Selain untuk KB kondom biasanya dikonotasikan dengan pelacuran, sehingga gambaran masyarakat awam tentang kondom sangat rendah. Dalam upaya pencegahan penyebar hiasan AIDS dan PMS lainnya, kondom sangat berperan dalam memutuskan mata rantai penularan melalui hubungan seksual. Kondom yang dianjurkan untuk digunakan adalah terbuat dari lateks, sebab hasil penelitian membuktikan bahwa kondom lateks tidak dapat ditembus HIV. Sedangkan kondom yang terbuat dari bahan alamiah seperti usus kambing dan sejenisnya tidak dapat memberikan proteksi yang baik.

Alasan disosialisasikan penggunaan kondom adalah untuk meminimalisir risiko penularan penyakit kelamin terutama HIV/AIDS yang prevalensinya terjun bebas dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan dalam upaya penanggulangan HIV/AIDS seperti yang tercantum dalam Millenium Development Goals 2015 yang masih belum membuahkan hasil yang maksimal. Dan upaya penanggulangan ini akan terus berlanjut dalam program Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 yakni masih merupakan kelanjutan dari MDGs.

Health providers tentu akan terus melakukan langkah-langkah terbaik untuk menanggulangi segala bentuk permasalahan kesehatan yang muncul di masyarakat. Mengingat perilaku seks bebas merupakan hal yang cukup sulit untuk diatasi, maka cara yang bijak adalah dengan mempromosikan penggunaan kondom. Namun demikian, meskipun penyuluhan tentang kondom dan penyebarluasan informasi telah dilakukan, masih banyak dijumpai kendala-kendala dalam penggunaan kondom yakni seperti rasa malu membeli, untuk menggunakan dll, budaya yang mengaitkan kondom sebagai perbuatan yang melanggar norma agama sehingga mempromosikan kondom dituduh melegalisir perbuatan yang tercela, pria kurang suka menggunakan kondom dengan alasan bau, mengurangi rasa dll, tidak tahu cara menggunakan kondom yang benar serta mutu dari kodom kurang memenuhi standard yang baku sehingga sewaktu digunakan kurang efektif (pecah, bocor dll).

Dengan melihat kendala-kendala saat ini, maka upaya untuk mengatasinya adalah bekerja sama dengan para pengambil keputusan dalam kelompok agama dan sosial untuk memberikan penyuluhan tentang manfaat penggunaan kondom bagi pencegahan penyakit kelamin dan AIDS. Dengan harapan jumlah pemakai kondom akan meningkat sehingga dapat menurunkan jumlah kasus STD dan AIDS di Indonesia.

Upaya jangka panjang yang dapat kita lakukan untuk mencegah merajalelanya HIV/AIDS adalah dengan merubah sikap dan perilaku masyarakat dengan kegiatan yang meningkatkan norma-norma agama maupun sosial, sehingga masyarakat dapat berperilaku seksual yang bertanggung jawab. Yang dimaksud dengan perilaku tanggung jawab adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual tanpa ikatan pernikahan, hanya melakukan hubungan seksual dengan mitra yang setia dan tidak terinfeksi PMS dan menghindari hubungan seksual dengan wanita/pria tuna susila. Dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab diharapkan mampu mencegah penyebaran PMS di Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline