Lihat ke Halaman Asli

Prosesi Nyongkolan sebagai Tradisi Adat Khas Suku Sasak Lombok

Diperbarui: 31 Oktober 2023   12:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

jokembe.com

Nyongkolan berasal dari kata songkol atau sondol yang berarti mendorong dari belakang atau bisa diartikan secara kasar berarti menggiring (mengiring -pen) dalam bahasa sasak dialek Petung Bayan

Nyongkolan adalah prosesi adat yang dijalankan apabila adanya proses pernikahan antara Laki-Laki (Terune) dan Perempuan (Dedare) di dalam suku Sasak. 

Biasanya nyongkolan akan dilaksanakan setelah proses akad nikah, untuk waktu bisa ditentukan oleh kedua belah pihak. Ada yang meringkas dalam satu waktu ada pula yang akan melakukan nyongkolan seminggu setelah proses akad nikah dilaksanakan.

Adat nyongkolan sudah dikenal semenjak zaman kerajaan masih ada di Pulau Lombok. Nyongkol merupakan bagian dari rangkaian adat perkawinan khas Suku Sasak. 

Sedangkan Nyongkolan adalah iring -- iringan rombongan keluarga besar dari pihak pengantin pria yang mengiringi kedua pengantin menuju kediaman pihak mempelai wanita, dengan memakai baju adat, serta rombongan musik seperti gamelan atau kelompok penabuh rebana, atau disertai Gendang Beleq (alat musik tradisional Suku Sasak) yang bertujuan untuk memperkenalkan kedua pasangan mempelai kepada masyarakat sekitar. 

Dalam pelaksanaan nyongkolan, peserta dari rombongan mempelai pria membawa berbagai macam benda hasil perkebunan dan pertanian seperti buah-buahan maupun sayur-sayuran yang nantinya akan dibagikan kepada keluarga, kerabat, dan tetangga dari mempelai wanitanya. 

Saat pelaksanaan nyongkolan, pasangan pengantin didampingi oleh para dedare dan terune sasak, tokoh agama, tokoh masyarakat, pemuka adat dan sanak saudara dari mempelai pria.

 Lalu pihak keluarga pria akan datang dalam bentuk arak-arakan yang susunan barisannya yaitu; paling depan pembawa Karas, sebuah kotak anyaman segi empat berisi pinang sirih yang dibawa oleh dua orang gadis berpakaian Lambung (pakaian tradisional Suku Sasak). 

Barisan selanjutnya disusul oleh pembawa lekok atau sirih yang ditata sebagai penghias buah-buahan yang seluruhnya dibawa beberapa gadis sebagai lambang penghormatan. 

Barisan ketiga diikuti dengan pengiring pengantin wanita yang mengenakan pakaian pengantin khas Sasak beserta atribut lengkapnya dari atas kepala hingga kaki. 

Pengantin di payungi payung agung sebagai simbol penghormatan, dan diapit oleh dua orang wanita sebagai pendamping pengantin(inang). Barisan terakhir rombongan pengantin wanita, diiringi oleh para keluarga dan pengiring pengantin yang semuanya wanita memakai pakaian khas Sasak yaitu Lambung

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline