Lihat ke Halaman Asli

Tradisi "Bau Nyale" di Lombok

Diperbarui: 20 September 2023   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: wikipedia.org

Lombok merupakan salah satu pulau di Indonesia, memiliki luas 4.725 kilometer persegi (km2) dengan garis pantai sepanjang 1.364 kilometer (km) yang terletak di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Sebagian besar pulau Lombok di huni oleh masyarakat Suku Sasak, suku asli Lombok. Pulau asri dan budaya lokalnya yang masih terjaga menjadi ciri khas pulau ini, serta memiliki banyak kebiasaan yang telah menjadi tradisi masyarakatnya, salah satunya ialah tradisi Bau Nyale.

Secara Bahasa, bau nyale sendiri berasal dari bahasa Sasak yaitu "Bau" yang berarti menangkap, memetik, sedangkan "Nyale" berarti cacing laut, sehingga bau nyale dapat diartikan sebagai aktivitas masyarakat untuk menangkap cacing laut. Bau Nyale merupakan sebuah tradisi lama milik masyarakat Sasak yang dilakukan setiap tahun, khususnya yang berada di bagian selatan Lombok.

Nyale sendiri muncul hanya setahun sekali, di beberapa lokasi tertentu di pantai selatan Pulau Lombok. Upacara Bau Nyale dilaksanakan setiap tanggal 20 bulan ke-10 menurut perhitungan penanggalan tradisional Sasak (Pranata Mangsa) atau sekitar bulan Februari setiap tahunnya.  Menurut perhitungan Suku Sasak, bulan ke-1 dimulai pada tanggal 25 Mei dan setiap bulan dihitung 30 hari.

Tradisi ini dilatar belakangi oleh mitologi yang menjadi kepercayaan masyarakat Suku Sasak, yakni mitos tentang Putri Mandalika. Putri Mandalika adalah putri dari pasangan Raja Tonjang Beru dan Dewi Seranting. 

Seorang raja yang cukup tersohor di Gumi sasak pada masanya. Saat dewasa, Putri Mandalika tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan mempesona. Kecantikannya tersebar ke seluruh Lombok hingga membuat para Pangeran dari berbagai Kerajaan seperti Kerajaan Johor, Kerajaan Lipur, Kerajaan Pane, Kerajaan Kuripan, Kerajaan Daha, dan kerajaan Beru berniat untuk mempersuntingnya.

Mengetahui hal tersebut sang Putri menjadi gusar, karena jika dia memilih satu di antara mereka, maka akan terjadi perpecahan dan pertempuran di Gumi Sasak. 

Kemudian setelah berpikir panjang, akhirnya sang putri memutuskan untuk mengundang seluruh pangeran beserta rakyat mereka untuk bertemu di Pantai Kuta Lombok pada tanggal 20 bulan ke 10 menurut perhitungan bulan Sasak, tepatnya sebelum Subuh. Undangan tersebut disambut oleh seluruh pangeran beserta rakyatnya sehingga tepat pada tanggal tersebut mereka beramai -- ramai menuju lokasi.

Setelah beberapa saat, akhirnya Sang Putri Mandalika muncul dengan diusung oleh prajurit-prajurit yang menjaganya. Kemudian berhenti dan berdiri di sebuah batu dipinggir pantai dan berseru dihadapan semua orang yang hadir: "Wahai ayahanda dan Ibunda serta semua pangeran rakyat negeri Tonjang Beru yang aku cintai. Hari ini aku telah menetapkan bahwa diriku untuk kalian semua. Aku tidak dapat memilih satu di antara pangeran. Karena ini,  takdir yang menghendaki agar aku menjadi nyale yang dapat kalian nikmati bersama pada bulan dan tanggal saat munculnya nyale di permukaan laut". 

Setelah mengatakan niatnya, Sang Putri pun meloncat ke dalam laut. Seluruh rakyat yang mencarinya tidak menemukannya. Kemudian beberapa saat, akhirnya muncul sekumpulan cacing berwarna-warni yang diyakini masyarakat suku Sasak sebagai jelmaan dari Putri Mandalika.

Hingga saat ini, cacing berwarna -- warni tersebut selalu muncul di setiap tanggal dan bulan ketika sang putri mengorbankan diri demi kedamaian Gumi Sasak kala itu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline