Lihat ke Halaman Asli

Meliya Indri

Innallaha ma'ana

Musim Panen dan Indahnya Berbagi dalam Tradisi

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13955527541986599475

[caption id="" align="aligncenter" width="595" caption="Wineh yang ditanam di sebelah padi yang kian menguning. Wineh ini adalah bibit untuk musim tanam selanjutnya, setelah panen musim ini."][/caption]

Jadi, tadi pagi (23/3) saya bingung mau ngapain, minggu-minggu bangun tidur biasanya menjelajah internet tapi karena semalam jengah dengan internet saya males balik lagi. Mau nyuci piring juga masih dingin.. hehe.. akhirnya saya megang setrika dan menggosok baju-baju yang masih berantakan. Belum separuh pekerjaan saya selesaikan, di luar saya dengar Mbak ribut ngomeli ponakan saya, “Gak sah melu! Sawahe adoh!” Mbakku bilang sama anaknya, nggak usah ikut sawahnya jauh. Mendengar kata sawah saya langsung keluar, pikir saya pasti ada bancaan, ini kan musim panen. Langsung saya cabut setrika dan tanya Mbak, aku mau ikut bancaan. Langsung diiyakan, dan sayapun akhirnya pergi jalan kaki bareng-bareng tetangga sambil mengantongi kamera. Hehe..

“E...e...e.. bo..senenge… kanca tani yen nyawang tandurane….nyambut gawe.. awak sayah.. seneng atine… parine lemu.. lemu……”

Teringat sebuah lagu yang dinyanyikan oleh Nurhana, ketika pagi ini (23/3) saya berkesempatan menikmati pemandangan sawah. Hijau.. dan sejuk. Akhirnya bisa ngambil gambar juga… Akhir-akhir ini tetangga saya memasuki musim panen. Padi di sawah sudah mulai menguning dan ambyak. Inilah saatnya panen.

[caption id="attachment_316683" align="aligncenter" width="603" caption="Padi yang ambruk ini dinamakan sudah ambyak."][/caption]

Petani di desa saya ada yang masih memelihara tradisi. Tradisi yang sering sekali dilakukan di desa saya adalah bancaan. Bancaan untuk padi biasa dilaksanakan di waktu-waktu tertentu, biasanya sebelum dan sesudah panen. Menjelang panen, sebelum dibawa pulang padi dibancaki dulu. Seperti yang banyak orang tahu bancaan teknisnya membagi-bagi berkat/nasi untuk tetangga.  Sebelum dibagikan, tentu saja didoakan terlebih dahulu. Dan karena yang dibancaki adalah sawah dan padi bancaan-nya dibawa ke sawah, supaya padi yang akan dibawa pulang selamat, barokah, cukup, memberi manfaat untuk yang punya ladang, dan tahun depan melalui Dewi Sri (padi) Tuhan memberi rezeki lagi.

[caption id="" align="aligncenter" width="396" caption="Mak Manis yang sedang menggendong bakul berisi nasi, lauk, dan jajanan untuk bancaan. "][/caption]

Nasi yang dibagi untuk yang bancaan biasanya sederhana dan tidak banyak, nasinya satu sampai dua centong, lauknya urap/gudangan, tumis kacang, tumis tempe/tahu, ikan laut yang digoreng, sebutir telur yang dipotong jadi lima belas (potongan bergantung berapa orang yang ikut bancaan), buah pisang, ubi rebus, ketupat, dan lepet lalu dibungkus dengan daun jati.

Kata orang tua, nasi bancaan yang dibungkus daun jati rasanya enak. Lebih enak dari pada nasi yang biasa dimasak sendiri sehari-hari karena nasi bancaan sudah mambu donga atau sudah didoakan.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Sebakul nasi, lauk, dan jajanan yang belum dibagi."]

Sebakul nasi, lauk, dan jajanan yang belum dibagi.

[/caption]

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Tetangga-tetangga yang berkumpul membagi nasi dan lauk."][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Nasi yang sudah dibagi. Sedang didoakan dan sebelum doa selesai tidak boleh dibungkus dulu."][/caption]

Tadi, lamat-lamat doanya saya dengarkan. Doa-doa biasanya diucapkan dalam bahasa Jawa. Ucapan pastinya saya lupa, yang saya ingat ada kata Dewi Sri, mbrokohi (memberkahi), dan ditutup dengan bacaan Al-Fatehah dan sholawat nabi. Sebelumnya sing nandukna/ Mbah Modinyang mendoakan biasanya mengambil nganten dulu. Nganten di sini adalah beberapa batang padi yang kemudian dibawa pulang dan disimpan di lumbung padi di rumah.

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Nganten yang diambil dari sawah."][/caption]

Waktu saya tanya berapa batang yang diambil? Kata Mbah Modin sepuluh batang. Kenapa sepuluh? Sepuluh adalah tanggalnya. Maksudnya tanggal dinyunyuk/ hari ini saat bancaan menjelang panen.

Saat bancaan di sawah biasanya juga ada buak-buakan yang ditaruh dipinggir sawah. Buak-buakannya bukan seporsi yang sama dengan yang diterima tetangga, tapi hanya sedikit nasi lauk lengkap dan jajanan. Ini jadi rezeki tersendiri untuk yang bancaan, karena biasannya jajanan buak-buakan setelah pulang jadi rebutan. Sedangkan nasi buak-buakan mungkin akan dimakan gelatik-gelatik sawah. Bukan hanya tetangga yang dapat berkah dan rezeki saat panen ini, gelatikpun kebagian makanan.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Buak-buakan yang masih utuh."][/caption] [caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="Buak-buakan yang jajanannya sudah diambil tetangga."][/caption]

Panen di kampung saya tidak hanya menjadi rezeki bagi orang yang punya ladang. Tapi tetangga-tetangga pun ikut merasakan. Saat bancaan tetangga kebagian makanan dan setelah itu ketika dipanen/ didhos (dipisahkan antara padi dengan batang) tentunya membutuhkan tetangga lain untuk membantu. Pekerjaan ngedhos ini seharinya perorang dibayar Rp 50.000,- sampai Rp 60.000,- plus dapat sarapan, makan siang, dan jameyan (kopi dan jajanan) di sore hari, untuk keluarga yang punya ladang yang bermurah hati, malam harinya orang-orang yang ngedhos kadang juga dipanggil untuk ikut makan malam. Panen bagi petani adalah berkah dan rezeki yang luar biasa membahagiakan.

[caption id="" align="aligncenter" width="560" caption="Bapak-bapak ngedhos yang minta difoto. Katanya minta dicetak atau dimasukkan TV. Hihii.."][/caption]

Pagi ini menyenangkan sekali. Pagi-pagi jalan-jalan di sawah, dapat nasi dan dapat foto. Hehe.. Saya lalu pulang, walaupun kaki agak gatel-gatel tapi senang..

[caption id="" align="aligncenter" width="534" caption="Pulang... dapat nasi, dapat foto-foto juga... :)"][/caption]

Perjalanan pulang, sayapun tanya-tanya lagi sama Mak Manis, tadi namanya bancaan apa? Kali aja ada namanya sendiri dan saya belum tahu. Tapi katanya Mbancaki pari, pari sing dimulehna dibancaki, ben slamet. Tidak semua petani melaksanakan ini. “Sing nglakoni ya nglakoni, sing ora ya ora.” Begitu, katanya.

Petani memiliki tradisi atau kearifan lokal yang nilai-nilainya patut diteladani. Bahwa menjelang memulangkan padi/rezeki mereka masih senantiasa ingat pada Tuhan, masih mau bersyukur dengan cara berbagi makanan dengan tetangga. Saya pun mendengar celotehan dan tawa tetangga-tetangga tadi pagi. “Bancaan ki seneng, muleh-muleh nggawa sega.” Bancaan bikin senang, pulang-pulang bawa nasi, mereka mengucapkannya dengan tersenyum lebar. Indahnya berbagi dalam tradisi.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline