Lihat ke Halaman Asli

At the Darkness Moment of Life

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1336637395110421829

Source: http://paninalone.wordpress.com/Sudah sangat natural sekali bahwa kita sebagai manusia mengalami setiap fase kehidupan, suka atau duka. Tak ada yang dapat mengira kapan hal itu akan terjadi. Menurut ajaran yang saya yakini, waktu suka dan duka adalah buah karma yang kita lakukan di masa lampau. Ketika kita tengah berada dalam situasi penuh penderitaan, disitulah kita mengalami duka. Kita merasa putus asa, tak berdaya, dan merasa tak memiliki jalan keluar. Orang-orang di sekitar kita ada yang pergi meninggalkan atau malah menancapkan perhatian mereka kepada kita. Yang terberat justru ketika semua orang memperhatikan kita, sehingga kadangkala kita malah merasa terbebani dengan harapan mereka. Berada di dalam suasana duka tak jarang menguras habis tenaga dan emosi kita, karena kita merasa terkurung dalam masalah tak berujung. Penderitaan yang dialami setiap orang berbeda, ada yang ringan dan ada yang berat. Ada yang menurut kita masalahnya tidak berat tapi yang mengalami belum tentu menganggapnya demikian. Di bulan ini, saya ada mendengar beberapa kawan saya yang tengah mengalami masalah dan tengah berjuang mengatasinya. Masalah yang mereka hadapi sangat menguji mentalitas mereka sebagai individu. Down, adalah kata yang lazim diucapkan mereka yang tengah menghadapi kesulitan dan tak jarang bisa berlanjut menjadi stress dan jika dibiarkan terus malah akan semakin menyakiti si penderita hingga menjadi depresi. Semakin larut mereka ke dalam masalah, semakin berat untuk keluar dari masalah tersebut. Masalah yang dialami penderita pun beragam, bisa merupakan faktor dari dalam diri sendiri, atau dari lingkungan yang menghambat, sesuatu yang tidak dapat kita prediksi. Bentuk reaksi masing-masing orang terhadap masalah yang mereka hadapi berbeda-beda. Tipe yang ekstrovert tidak akan bisa berdiam diri menghadapi masalahnya. Kebanyakan dari mereka akan mencari tempat curhat untuk meringankan isi hati mereka. Sementara tipe yang introvert, lebih banyak berdiam diri dan memendam masalahnya dalam hati, padahal tindakan demikian malah akan memperparah kondisi dirinya sendiri. Saya sendiri pernah merasakannya. Bagaimana rasanya ketika benar-benar berada di titik terendah dalam hidup. Merasa rendah diri, putus asa, tidak berdaya, merasa seolah alam semesta pun ikut mendukung penderitaan yang dialami. Pada masa-masa itu pula saya cenderung menjadi menjauh dari lingkungan sekitar, lebih banyak menghabiskan waktu sendiri. Kurang mau bertemu dengan banyak orang, cenderung menjaga jarak. Hingga ketika saya sudah merasa lebih baik, saya mulai terbuka dan berani berbagi pada sahabat-sahabat saya. Dan, dari pengalaman pula, saya mempelajari beberapa hal yang mudah-mudahn bermanfaat bagi siapapun yang tengah menghadapi masalah. 1. Belajar menerima Pada mulanya, ketika kita menghadapi kesulitan, kita cenderung bereaksi dengan menyangkal keadaan, tidak dapat menerima dan ingin sesuatu yang lain terjadi. Padahal, tindakan menyangkal tidak akan mengubah situasi menjadi lebih baik. Walau berat dan seberat apapun masalah yang dialami, perlahan-lahan kita harus belajar ikhlas menerima, bahwa memang demikianlah yang terjadi pada kita. Jangan menelan ketakutan akan dicemooh oleh orang lain. Meski pahit harus mendengar cemooh dari orang lain sekalipun, jangan terlalu memasukkannya ke dalam hati. Kita sendiri yang merajut jalan kehidupan kita. Kitalah yang paling tahu apa yang kita inginkan untuk kebahagiaan kita. Jadikanlah cemoohan orang lain itu sebagai pecut untuk membuat kita semakin bersemangat membuktikan bahwa mereka salah. Selain itu, dengan menerima keadaan, hati kita akan menjadi rileks dan tidak merasa terbebani dan mampu bersikap santai serta berpikir lebih jernih. Sisi lainnya adalah, orang lain pun tanpa disadari akan tetap menjaga respek terhadap kita dan melihat kita sebagai sosok yang tegar. Meski ada masalah, kita tetap mampu tersenyum di depan mereka. Ini pernah saya alami ketika saya menyadari ketidaknormalan yang terjadi pada punggung saya. Saya merasa malu dan tidak mampu menerima kenyataan bahwa saya berbeda, juga ditambah perlakuan dari orangtua yang menginginkan saya menutupi kecacatan ini, semakin membuat saya rendah diri. Dulu, saya selalu memakai baju longgar agar orang-orang tidak menyadari skoliosis pada punggung saya. Namun, ketika ada orang yang menyadari kecacatan itu dan menanyakannya pada saya, rasa percaya diri saya bisa runtuh seketika dan menjawab dengan wajah muram plus senyum yang agak dipaksakan. How miserable me at that time, tapi kemudian saya menyadari, tindakan demikian justru akan membuat saya semakin terlihat menyedihkan di depan orang lain. Seolah saya adalah manusia paling cacat yang ada di dunia. Saya sadar bersikap demikian tidak ada gunanya dan tidak membantu sama sekali. Mau sampai kapan saya terus bersembunyi dalam ketakutan saya akan komentar orang lain, toh selama ini justru mereka tidak mengomentari saya atau seperti mengasihani saya. Pelan-pelan saya belajar menerima dan terbuka dengan kecacatan ini. Saya mulai berpikir sisi lain dari cacat yang saya alami dan fakta bahwa saya tidak sendirian sebagai wujud syukur (Baca: Bersyukur Dalam Ketidaksempurnaan). Jika ada yang menanyakannya, saya bisa dengan ringan menjawab dan malah dalam situasi tertentu, saya yang memberi tahu keadaan punggung saya . Bukannya bentuk kebanggaan tapi lebih kepada penerimaan terhadap diri saya. Ini adalah salah satu pengalaman hidup saya dalam sesi belajar menerima, dan tentunya ada pengalaman lain yang sifatnya lebih privasi tentang belajar menerima, yang tidak bisa saya bagi di sini. 2. Kembali menata apa yang ingin kita capai dan berdoa Ini sangat penting untuk menumbuhkan kembali kepercayaan diri kita dalam menghadapi masalah. Mungkin kita tidak cukup pede untuk berbagi pada teman, tapi Tuhan maha mendengar. Apa yang sudah kita rencanakan ke depan mungkin tengah berantakan saat ini, tapi bukan berarti kita tidak dapat menatanya kembali atau menggali alternatif lain yang memungkinkan kita hidup lebih bahagia. Saat berdoa pun, kita sangat perlu menekankan bahwa kita mampu melewati semuanya, kita pasti akan menemukan jalan keluar terbaik untuk semua yang terjadi, kita kuat lebih dari apa yang kita pikirkan. Apa yang sudah terjadi tidak dapat kita ubah, yang bisa kita ubah adalah masa depan kita. Pray for the things we wish to see in the future. 3. Jangan menyerah Dua kata di atas saya yakin sudah merupakan kata klasik yang selalu diucapkan kepada teman yang tengah berjuang. Tapi dua kata itu memiliki efek yang signifikan jika kita lakukan. Mungkin dalam beberapa waktu saat kita berusaha mengatasi masalah kita, belum menunjukkan apa-apa. Dalam pemikiran saya, semua hanya masalah waktu bahwa usaha kita belum menunjukkan hasil. Yakinlah bahwa semua akan indah pada waktunya dan membutuhkan proses. Seekor ulat pun harus melewati proses yang cukup lama dan penuh risiko sebelum berhasil menjadi kupu-kupu cantik. 4. Berbagi kepada sahabat Entah kita masih menghadapi masalah atau kita sudah berhasil mengatasinya, berbagi itu penting. Di kala menghadapi masalah dan mencurahkannya pada orang yang bisa kita percaya, walau mungkin orang itu tidak dapat memberikan solusi yang memuaskan, setidaknya kita mengurangi beban di hati daripada menyimpannya. Se-introvert apapun Anda, saya sarankan berbagi cerita pada sahabat Anda. Dengan berbagi pun kita akan belajar menerima keadaan kita. Mungkin jenis masalah yang Anda alami bersifat sangat rahasia dan tidak pantas diceritakan, akan tetapi Anda bisa mencurahkan perasaan Anda terhadap masalah itu. Sahabat tak perlu tahu masalah yang Anda hadapi, tapi sahabat perlu tahu apa yang Anda rasakan. Sahabat yang baik tidak akan menghakimi meskipun masalah Anda adalah akibat perbuatan Anda sendiri, tapi akan mengerti dan menghargai pengalaman Anda. Dan, seharusnya begitu pula yang dilakukan oleh orang lain. Berhenti menghakimi dan belajar menghargai, seburuk apapun orang lain atau sahabatnya sendiri. Berbagi setelah Anda berhasil melewati masalah akan menjadi sumber semangat bagi teman yang mungkin tengah menghadapi masalah atau sumber inspirasi bagi orang yang mendengarnya. Berbagi itu selalu menjadi dan merupakan hal terindah di dunia. 5. Time to move on Ada kalanya dalam beberapa hari kita larut dalam kesedihan, tapi apakah kita mau seterusnya larut dalam kesedihan? World is too beautiful to end up with misery. Hanya kita yang mampu menentukan waktu untuk bangkit, mengangkat kepala, dan melangkahkan kaki menapaki fase baru dalam hidup kita. Meratapi nasib tidak akan mengubah apapun, hanya melalui tindakan, kita mampu mengubahnya. Seperti kata R.A. Kartini, "Habis Gelap Terbitlah Terang". Tidak ada yang kekal di dunia ini, begitupun dengan penderitaan. Tetap berada di dalam penderitaan atau melangkah keluar adalah pilihan di tangan kita. Be optimist even the deadlock in front of our face, keep in faith that this too will pass and nothing is impossible. Welcome back to the society! Demikian sharing saya hari ini, semoga bermanfaat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline