Di masa pandemi covid, penjualan properti seakan terjun bebas. Bukan hanya itu, banyak keluarga yang keberatan meneruskan cicilan dan harus menjual rumah dengan harga murah.
Pada tahun awal pandemi, Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI), Paulus Totok Lusida pada Beritasatu.com (5/11/20) menyatakan bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan sektor properti mengalami penurunan tajam hingga 90%.
Pemerintah kemudian pada tahun 2021 berupaya menggenjot sektor properti dengan mengeluarkan kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) Kredit Properti, penurunan suku bunga KPR, serta insentif pajak.
Upaya ini rupanya cukup berhasil, menurut Kompas.com (8/8/21), Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, sektor properti mencatatkan pertumbuhan 2,82 persen sepanjang kuartal II 2021.
Pengembang terus mengembangkan promosinya melalui berbagai jurus, salah satunya adalah DP 0%. Ini tentu bukan jurus baru, namun semakin banyak yang menggunakan jurus ini.
Program DP 0% tentu sangat menggiurkan dan meringakan calon pembeli rumah. Tetapi juga bisa menjadi senjata makan tuan. Bila pembeli hanya mempertimbangkan keringanan DP tanpa memikirkan kemampuan keungan dalam membayar cicilan (dan bunga) yang tentunya sangat besar. Bukan tidak mungkin setelah KPR disetujui, justru kesulitan membayar yang terjadi.
Baca juga:
Milenial Susah atau Tidak Mau Punya Rumah?
8 Pertimbangan Memilih Rumah Pertama
Memilih Bank yang Tepat untuk KPR
Ingin Tinggal di Cluster, Siap dengan Aturan Ini?
Tidak ingin mengalami hal ini? Baca dulu tips ini sampai tuntas!
Mengukur Kemampuan Finansial
Pastikan Anda dan pasangan telah mengkalkulasi penghasilan bersama dan pengeluaran rutin yang harus dan wajib Anda keluarkan. Juga perhitungkan komponen kredit, bila sudah memiliki cicilan barang konsumtif lainnya.
Setelah mengkalkulasi keuangan, pastikan setidaknya Anda masih memiliki alokasi 30% dari total penghasilan Anda dan pasangan dikurangi kredit yang berjalan. Alokasi tersebut adalah batas maksimal cicilan yang bisa Anda dapatkan dari Bank.