Bulan Juli ini seharusnya saya pulang ke Solo mengunjungi orang tua dan saudara saya. Saya sudah bersiap untuk pulang pada awal bulan dan menjanjikan akan merayakan ulang tahun keponakan saya yang sangat saya sayangi.
"Jangan beli tiket dulu dek, lihat situasi dulu. Kalau belum bisa pulang ndak papa" pesan Mami saya.
Benar saja, Pemerintah mengeluarkan keputusan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat untuk Pulau Jawa dan Bali tanggal 3-20 Juli. Rencana buyar. Tapi sudahlah, demi kesehatan pribadi dan juga keluarga, kami mematuhi aturan Pemerintah. Rencana pulang kampung kami tunda entah sampai kapan.
Setiap pulang ke Kota Solo ada 3 makanan yang wajib aku datangi. Yang pertama adalah Sate H. Bejo, makanan favorit Pak Presiden, yang sekarang juga sudah buka cabang di Jakarta Timur; yang kedua adalah selat Solo dan terakhir adalah Cabuk Rambak. Yang terakhir ini saya yakin, belum banyak yang pernah mendengarnya.
Cabuk rambak adalah makanan khas Kota Solo, yang sifatnya hanya untuk cemilan saja. Porsinya kecil tapi dijamin membuat ketagihan. Setiap ada teman main ke Solo, selalu saya perkenalkan pada makanan ini.
Dahulu, penjual cabuk rambak biasanya adalah Ibu-ibu yang menjajakanya dengan berjalan kaki membawa bakul anyaman yang digendong di punggungnya. Namun sekarang penjual yang berjalan kaki sudah mulai jarang.
Saat masih tinggal di Solo, setiap olahraga di Stadion Manahan atau jalan-jalan di Jalan Slamet Riyadi ketika diterapkan car free day, sudah pasti saya membelinya. Sekarang membeli cabuk rambak bisa di belakang Manahan bila pagi hari, atau di Gajahan bila di malam hari. Harganya hanya Rp 5 ribu - Rp 10 ribu rupiah saja. Murah meriah sekali bukan?
Cabuk rambak terbuat dari ketupat nasi yang ditabur sambal dan diberi karak. Karak adalah semacam kerupuk yang terbuat dari nasi kering. Mirip gendar, namun lebih tebal. Cabuk rambak disajikan diatas pincuk daun pisang. Tidak pakai sendok, kita hanya akan diberi tusuk lidi untuk menikmatinya. Sederhana sekali bukan.
Lalu dimana spesialnya? Spesialnya adalah bumbu sambalnya. Bumbu sambal cabuk rambak terbuat dari wijen yang disangrai, kemiri, kelapa dan guja jawa. Rasanya manis gurih, bukan pedas. Bumbu yang unik ini tidak pernah saya temukan selain di Kota Solo.
Ahh.. jadi kangen Solo.