Lihat ke Halaman Asli

Teriakan Supir Angkot untuk Penumpang

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

ketika membuat postingan ini aku masih mengenakan pakaian kampusku, baru beberapa menit yang lalu aku sampai di asrama, rasanya ingin rebahan saja. tapi mengingat percakapan supir angkutan umum selama perjalanan menuju leuwiliang rasa lelah ini seketika hilang.  setengah dari perjalanan tadi otak ku tak hentinya  merangkai kata-kata untuk menjadikannya sebuah tulisan yang bergaya Human Interest. mengingat perjanjian untuk menulis Human Interest dengan salah satu teman ku yang lebih dulu mengangkat kisah tentang semangat dua kakak beradik dengan karung sampahnya di daerah Ciawi. aku semakin menggebu-gebu untuk menuliskannya sekarang juga, walaupun masih mengenakan pakaian yang baunya sudah bercampur dengan debu-debu jalan. postingan ini mungkin tidak terlalu menarik dan sangat sederhana, namun aku ingin para penumpang mengetahui isi hati supir angkutan umum khususnya untuk  jurusan Bogor-Leuwiliang. karena hal yang akan aku bahas ini sering kali terjadi, mungkin  kamu salah satu yang pernah mengalaminya? ^^

Sore tadi kota Bogor di guyur hujan, para pejalan kaki mempercepat langkah mereka, tak peduli dengan jalanan yang becek. aku juga sedikit berlari mengejar angkot jurusan Bogor-Leuwiliang dan tersenyum ketika melihat angkot yang akan ku naiki sudah hampir penuh oleh penumpang, walaupun harus duduk di depan pintu dan terkena cipratan air dari jalan, bagiku yang terpenting adalah cepat sampai di asrama. baru saja beberapa menit angkot yang ku tumpangi melaju dengan lancar tiba-tiba harus memperlambat kecepatannya karena kemacetan yang sudah biasa terjadi di daerah Dramaga Cantik. setelah bersabar menunggu kemacetan yang tidak terlalu parah, supir angkot kembali menghentikan mobilnya ke pinggir jalan, tepat di pertigaan kampus IPB. kali ini bukan karena kemacetan tapi karena ada 3 penumpang yang turun. wajah supir angkot berubah, keningnya berkerut. ia mengembalikan uang kembalian tanpa menatap 3 orang gadis yang turun tadi.

lalu ditancapnya gas mobil dengan cepat, aku sedikit terkejut dengan kecepatan yang tiba-tiba itu. perempuan di depan ku mencoba menghentikan mobil dengan berteriak kiri, ia turun tidak jauh dari tempat penumpang pertama berhenti. namun karena kecepatan angkot yang luar biasa alhasil mobil melewati tempat pemberhentiannya. perempuan yang mengenakan jilbab berwarna biru dongker itu harus berjalan lagi melewati 7 rumah dari tempatnya. wajah si supir makin tak karuan, ia mencak-mencak setelah menurunkan penumpangnya tadi. samar-samar aku mendengar keluhannya, makin saja laki-laki berperawakan kecil itu mempercepat laju angkotnya. aku tak habis pikir kenapa ia marah-marah seperti itu.

supir angkot itu terus mengomel dalam bahasa sunda. sekiranya jika diartikan ke dalam bahasa indonesia menjadi seperti ini "udah tau jurusan leuwiliang, masih aja di naikin. rugi saya kalau mereka turunnya di IPB bayar cuma 3000" omel supir angkot, matanya masih menatap lurus ke depan, rahang pipinya terlihat mengeras. penumpang yang berada disampingnya hanya mengiyakan tanpa melepas pandangannya dari layar handphone. "gimana nggak rugi, saya bayar kenek itu 15.000, kalau ongkos sampai leuwiliang kan 7000 lumayan beda 4000 mah" lanjutnya.

aku jadi teringat sesuatu, 2 bulan yang lalu aku pernah di marahi habis-habisan oleh supir angkot jurusan leuwiliang, karena aku turun di pertigaan IPB padahal niat ku waktu itu ingin menunaikan sholat maghrib, karena ku fikir kalau sampai di leuwiliang mungkin sudah adzan Isya. orang-orang yang tadi turun di IPB itu masih beruntung karena supir angkot yang berumur sekitar 25 tahun ini tidak mengomel langsung ke mereka, ia hanya menggerutu setelahnya dan malah berdampak pada penumpang yang masih bertahan di angkot, si supir melampiaskan emosinya dengan mempercepat laju mobilnya,

ketika mendengar penjelasannya, aku jadi paham bahkan merasa bersalah. benar kata supir itu, ia begitu rugi. tidak hanya rugi dalam materi tapi juga waktu. bayangkan saja butuh waktu berapa lama menunggu penumpang penuh? belum lagi Bogor yang di kenal sebagai kota hujan, sekarang di juluki sebagai kota lautan angkot. berbeda sekali dengan kota Istimewa Yogyakarta yang minim transportasinya, disana kamu hanya akan menemukan semacam mobil odong-odong namun berukuran lebih besar dan biasa di sebut dengan kol. bahkan ketika ingin berepergian dengan Trans Jogja pun kamu harus menunggu lama karena jumlah TJ memang terbatas. padahal Jogja terkenal dengan kota pelajar, kota nya mahasiswa, dimana kamu dengan mudahnya bisa menemukan bangunan universitas.

hal ini membuat memori ku tentang semua kejadian di angkot yang pernah aku alami berputar kembali. seperti ketika aku dan ka Sarah menumpangi angkot tujuan Bogor. lagi-lagi supirnya mengomel dalam bahasa sunda, kali ini protes masalah kenaikan BBM, aku tidak bisa mencerna bahasa sunda bapak ini dengan baik, karena ia menyerocos panjang. ka sarah mengartikan pembicaraan bapak tadi ke dalam bahasa indonesia. beda dengan cerita sebelumnya supir yang satu ini begitu pintar mengumpamakan suatu hal "yang miskin mah tetep miskin, yang kaya makin kaya aja" perkataan awalnya sebelum berkomentar panjang lebar lagi.

"coba lihat ini penumpang mah nggak ngerti" kata si supir sambil menunjuk uang receh di depannya "udah tau BBM naik tapi masih bayar pake tarif lama" si bapak menghela nafasnya. " kalau beli makanan di Alfa mana bisa kalau uangnya kurang, walaupun cuma 500 perak. jangankan di alfa, beli kue pancong aja, kalau uangnya kurang nggak bisa, makanya jangan mikirin perut sendiri doank, uang segitu tuh lumayan buat supir angkot mah" kepalanya mulai mengebul "saya ini jadi supir angkot udah sepuluh tahun lebih. susah nyari kerja, bukannya saya males. saya juga pengen berkembang biar hidup nggak susah terus. tapi semua pekerjaan butuh ijazah, ngelamar jadi supir trans jakarta aja di tanyain ijazahnya. sekolah juga saya enggak!! supir angkot mah supir angkot aja, narikin mobil punya orang. kapan punya mobil sendiri " ada nada kecewa di ucapannya. aku miris mendengarnya. semua perkataan bapak ini benar. aku salut, supir yang terlihat sudah berumur kepala 4 ini masih punya keinginan untuk berkembang dan maju. namun ia merasa ijazah menjadi pembatas untuk bisa berkembang dan maju.

selain itu ada kejadian yang lebih miris lagi. hanya karena uang kembalian yang kurang si penumpang yang sudah beruban itu melemparkan uang koinnya ke wajah supir angkot 03.  paruh baya yang terlihat masih gagah itu merasa di bohongi karena ia mendapat uang kembalian dengan nominal sedikit. padahal itu sudah sesuai dengan tarif yang di tentukan "nih makan tuh uang, inget yah gue nggak ridho biar mampus lu di jalan" umpatnya sambil melempar koin Rp. 1000 tepat ke wajah supir angkot. hebatnya si supir angkot ini tidak menggubrisnya, mobilnya juga melaju dengan tenang. tapi jika di perhatikan matanya sedikit berkaca, aku bisa melihatnya dari kaca spion. penumpang yang duduk di sampingnya menanyakan apa yang menjadi penyebab bapak tua tadi marah dan melemparkan uangnya, supir berkulit hitam itu menjelaskannya tanpa amarah, suaranya menyerak.

untuk masalah pertama, sepertinya kejadian di atas sering terjadi. kesalahan tidak terpaku pada penumpang saja. kenapa demikian? karena aku salah satu korban amarah supir angkot yang tidak tahu apa-apa.aku tidak tahu jika kita berhenti di kampus IPB berarti kita hanya boleh naik jurusan kampus dalam. tiba-tiba terfikir oleh ku, kenapa tidak di tulis lebih jelas saja "hanya berhenti di leuwiliang, tidak di IPB atau Ciampea" walaupun terlihat lebih repot, tapi ini meminimalisir kejadian seperti di atas. karena hampir setiap aku menaiki angkot jurusan Leuwiliang pasti hal ini terjadi. atau dengan cara lain, seperti si kenek harus mengingat kan bahwa angkot ini hanya menerima pemberhentian di cibatok hingga leuwiliang. karena kebanyakan dari kita ingin cepat sampai tujuan dan memilih mobil yang sudah hampir penuh oleh penumpang apa lagi angkot tersebut juga melewati tempat yang kita tuju.

dari 3 kejadian di atas, apa kamu pernah mengalami atau menyaksikan salah satunya? renungkanlah. kita sebagai penumpang begitu menyepelekan tarif angkutan umum. betapa uang begitu sensitif? dari menyepelekan uang 500 perak bisa menimbulkan ketidak ikhlasan di satu pihak.aku teringat dengan transportasi di negara Eropa, setahu ku di negara maju itu tarif transportasi begitu mahal. tapi satu yang di kedepankan oleh pemerintahnya adalah kenyamanan penumpang. kita memang tidak bisa membanding-bandingkan negara Indonesia yang masih berkembang dengan Eropa yang sudah begitu maju. namun terkadang kita juga harus berkaca pada transportasi di Eropa, agar seluruh masyarakat Indonesia bisa merasakan kenyamanan dan kesejahteraan, tanpa ada satu pihak pun yang merasa di rugikan




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline