Anak korban Perceraian Orang tua.
Pengadilan Agama sebagai lembaga pengadilan yang mempunyai kewenangan dalam mengadili perkara keluarga menjadi jalan keluar terakhir bagi persoalan suami istri yang tidak berhasil diselesaikan oleh keduanya, maupun oleh keluarga keduanya. Perkara cerai gugat maupun cerai talak menjadi perkara yang mendominasi di hampir seluruh Pengadilan Agama se-Indonesia, selain itu perkara tentang pengasuhan anak atau yang disebut (Hadhanah) juga seringkali timbul dalam sengketa perceraian suami dan istri.
Dalam suatu kompilasi Hukum Islam Pasal 105 yang berbunyi "Pemeliharaan anak yang belum berumur 12 tahun adalah hak ibunya. Pemeliharaan anak yang sudah mumayyiz diserahkan kepada anak untuk memilih diantara ayah atau ibunya sebagai pemegang hak pemeliharaannya. Sebagai seorang anak tentu akan dilemma ketika diminta untuk memilih antara ayah atau ibunya, dan secara psikologis anak akan tertekan dengan perceraian kedua orang tuanya.
Perlu kita perhatikan dalam sebuah Perceraian yang terjadi pada orang tua mereka dapat memberikan dampak Psikologis dan Kehidupan pada Anak.
- Risiko gangguan mental.
- Terlepas dari usia dan jenis kelamin, anak korban perceraian orangtua memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami gangguan mental.
- Sebagian anak korban perceraian memang mampu melakukan penyesuaian dan bias pulih beberapa bulan kemudian. Namun, tak sedikit pula yang mengalami depresi dan gangguan kecemasan.
- Perilaku Eksternalisasi.
- Anak korban perceraian sangat rentan terhadap perilaku eksternalisasi atau masalah perilaku yang ditujukan pada lingkungan luar seperti kenakalan remaja, penyimpangan norma sosial dan perampasan hak orang lain, serta perilaku impusif yaitu bertindak tanpa berpikir panjang.
- Perilaku berisko.
- Selain rentan berperilaku tidak baik terhadap lingkungan luarnya, anak korban perceraian berisiko terhadap tindakan berbahaya yang mengancam kesehatannya. Seperti contohnya :
- Penyalahgunaan obat terlarang
- Merokok
- Mengonsumsi alcohol
- Melakukan seks di usia dini
- Menarik diri dari lingkungan sosial.
- Anak-anak dapat menarik dirinya dari lingkungan social akibat perceraian orangtua. Kemungkinan si anak tidak lagi semangat untuk bertemu teman-teman atau menghadiri acara sekolahnya. Dampak perceraian terhadap anak ini terjadi karena ada banyak perasaan yang mereka rasakan di dalam dirinya sehingga menyebabkan rasa cemas dan malu untuk bersosialisasi.
- Sulit beradaptasi.
- Dampak orang tua bercerai bagi anak juga dapat membuat anak kesulitan beradaptasi. Saat kedua orang tua bercerai, kemungkinan anak dapat dihadapkan dengan situasi, keluarga, lingkungan atau orang tua baru. Situasi ini dapat menuntut anak untuk beradaptasi dengan cepat. Belum lagi kalau anak harus pindah ke sekolah baru karena ikut dengan orang tua tirinya.
- Memiliki Trusst Issue.
- Saat mereka tumbuh dengan melihat pernikahan yang gagal, anak-anak jadi mengembangkan keraguan mengenai cinta serta keharmonisan dalam suatu hubungan. Apalagi mereka juga mengalami rasa tidak aman saat orang tua berpisah. Padahal, anak-anak percaya bahwa orang tuanya bisa menjamin hal tersebut.
- Mereka berisiko mengembangkan trust issue atau sulit percaya dan menyelesaikan konflik dalam suatu hubungan. Dimasa dewasa, anak-anak ini akan kesulitan menjalani hubungan romantis lantaran banyak ketakutan akan hal negative.Hal inilah yang terkadang membuat orang tua ingin bercerai tapi di satu sisi ada anak yang harus di perhatikan masa depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H