Hari ini ketika saya sedang menelusuri Kompas, saya melihat sebuah artikel dengan judul yang menarik sehingga saya membaca artikel tersebut.
"Jokowi Ditelepon Seorang Perdana Menteri, Mohon-mohon Dikirimi Minyak Goreng".
Setelah membaca hal itu, saya hanya bisa tersenyum miris, perang tidak kunjung usai dan menghukum negara-negara lain yang damai. Dilansir dari Kompas, Bank IMF menyatakan ada sekitar 60 negara yang ekonominya mengalami keterpurukan. Negara asal perdana menteri tersebut sudah pasti salah satunya.
Beliau meminta via telepon agar Pak Jokowi mengirim minyak goreng untuk menyelamatkan negaranya dari krisis sosial, ekonomi, hingga krisis politik.
Sungguh kasihan negara-negara yang tidak memiliki ketahanan pangan seperti ini. Tapi di sisi lain, saya merasa ada hikmah yang dapat dipetik dibalik Perang Rusia-Ukraina ini.
Apa hikmahnya...?
Saya percaya bahwa setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Kalau Perang Rusia-Ukraina, hikmahnya adalah membersihkan reputasi minyak goreng kelapa sawit. Yah, meskipun sepertinya tidak bersih-bersih amat. Mungkin lebih karena tuntutan keadaan jadi mereka lebih bisa menerima.
Selama ini Minyak Goreng Kelapa Sawit memiliki cap buruk di mata dunia. Memberikan kesan minyak kelapa sawit dibenci.
Buruk karena tidak baik untuk kesehatan. Buruk karena mengandung lemak jenuh. Buruk karena tidak ramah lingkungan, sebab perkebunan kelapa sawit sudah mendorong deforesasi. Sehingga, dunia sepertinya ramai-ramai menyerukan untuk menghentikan penggunaan produk-produk yang berasal dari kelapa sawit.
Hal ini membuat saya berandai-andai. Mungkinkah pengucilan minyak goreng kelapa sawit ini akibat politisasi? Bisa jadi...