Sakit maag atau asam lambung[1] merupakan gangguan pencernaan akibat iritasi pada dinding lambung oleh asam lambung (HCl). Sakit maag yang cukup parah dapat menyebabkan asam lambung naik hingga ke kerongkongan (GERD atau Gastroesophageal Reflux Disease). Gejalanya sakit perut, mual, mau muntah, atau diare. Cukup mengganggu aktivitas dan mempengaruhi kualitas hidup.
Menurut Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus),Dr. apt. Muslimah, S.Si, MM, dilansir dari Suara Merdeka, diperkirakan 4 juta penduduk Indonesia mengidap penyakit GERD. Keluarga kami adalah salah satunya.
Obat sakit maag sudah menjadi obat yang wajib dimiliki di rumah kami. Sewaktu saya masih kecil, kami menyimpan obat maag cair. Tapi sekarang kami hanya menyimpan obat maag tablet/kaplet saja karena lebih praktis. Kalau obat maag cair, bila sudah dibuka harus disimpan di lemari es dan tidak tahan lama.
Kenali Obat Sakit Maag
Obat sakit maag sendiri memiliki jenis yang beragam: antasida, obat antagonis H2, Proton Pump Inhibitor (PPIs), sukralfat, bismuth subsalicylate, dan bahkan antibiotik[2]. Diantara sekian banyak, kami biasanya menggunakan obat maag golongan antasida. Sesekali kami akan meminum obat golongan bismuth subsalicylate (obat diare), jika gejala diare yang kami alami cukup parah. Baik antasida dan bismuth subsalicylate ini dapat dibeli di apotek tanpa memerlukan resep dokter.
Antasida adalah obat sakit maag yang bekerja dengan cara menetralkan asam lambung dan menghentikan kerja pepsin (enzim yang memecah protein) di lambung. Antasida terbuat dari campuran garam kalsium, magnesium, dan aluminium, dimana garam kalsium dan magnesium, bersifat basa, dan garam aluminium akan menghambat kerja pepsin[3].
Efek samping terlalu sering mengonsumsi antasida
Pembelian tanpa memerlukan resep dokter, bukan berarti kita bisa mengonsumsi obat dengan sembarangan. Biasakan diri kita untuk mengikuti petunjuk yang tertera di kemasam sebelum mengonsumsi obat!
Bagi anak-anak dan ibu hamil
Ternyata antasida tidak dianjurkan untuk dikonsumsi oleh anak-anak di bawah 12 tahun. Konsumsi antasida pada umur 6-12 tahun, sebaiknya dilakukan dalam pengawasan dokter. Sebab antasida diketahui dapat menghambat penyerapan dengan zat besi dan menyebabkan anemia[4]. Pada bayi dan balita, antasida dapat menyebabkan gangguan patah tulang. Oleh karena itu, sebaiknya kita menghindari konsumsi antasida sejak dini[5]. Padahal dulu saya kecil, saya sering sekali mengalami sakit maag hingga harus minum antasida.
Selain itu, ibu hamil dan ibu menyusui juga tidak dianjurkan untuk mengonsumsi antasida di luar anjuran dokter. Meskipun kandungan garam kalsium, magnesium, dan aluminiumnya aman untuk dikonsumsi. Antasida tidak dianjurkan untuk dikonsumsi pada trimester ketiga, karena magnesium dapat mengganggu kontraksi uterus[6]. Bila dikonsumsi berlebihan, dikhawatirkan kalsium dalam obat ini dapat diteruskan ke plasenta. Perihal apakah antasida dapat diteruskan ke bayi melalui asi, masih belum diteliti lebih jauh. Namun, antasida diduga dapat mempengaruhi komposisi asi.