Lihat ke Halaman Asli

Entah Pernah Mengerti

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Dia pernah menjadi segalanya. Dia pernah temui bahagianya. Bahkan sampai detik ini pun jika diijinkan, biarkan udara masih bisa bertemu dengan pintanya.

***

Dia cukup pintar untuk menyelam begitu dalam dimana rasa dan asa ini inginkan. Membuat ku merasa lebih dari sekedar biasa. Oh, tidak mampu lagi kututupi semuanya. Memang benar adanya, cinta menjadikan sesuatu yang biasa menjadi luar biasa. Detik, menit, jam terasa begitu cepat hingga tak sadar aku begitu terlelap dengan duniamu, benar-benar hidup dalam duniamu, dunia dimana itulah awal kesakitanku.

***

Entah pernah mengerti, ini adalah apa. Samar-samar, tidak nyata dan tidak berarah. Begitu juga angin yang menyimpan tanda tanya. Kita tak pernah tahu seberapa lembut angin menyejukkan kegerahan dikala panas dan seberapa keras dia mampu merobohkan semuanya hingga tinggal puing-puing yang tersisa.
***
Aku lelah. Amat sangat lelah. Hubungan kisah cinta yang kutata begitu rapi dengan baik ternyata hampa. Masa indah itu sudah kurasakan di awal dan sekarang entah aku harus menyebutnya ini apa, yang menemaniku sepanjang malam. Dia membawa segalanya dan tak tersisa. Sangat disayangkan ? benar ! Kita tak pernah bertemu di satu titik yang sama. Entah siapa yang patut disalahkan, aku sendiri tidak tahu. Biarkan rahasia tetap menjadi rahasia. Belum cukupkah ini semua sudah menjadi kehendakMu, Tuhan...
***

Ah! Aku tidak pernah mengira sesulit inikah berjalan beriringan bersamamu ? jika hanya aku yang berlari sedangkan kamu diam..aku lelah. Berusaha semuanya sendiri. Yang aku tahu, cinta itu sederhana.Sesederhana bagaimana kita bertemu waktu dulu. Begitu sesak memikirkan apa yang sebenarnya ada didalam pikiranmu yang tak pernah aku tahu. Dimana letak kesalahanku. Dan nyatanya, aku tak cukup pintar untuk memulai dan kamu tak cukup berani untuk membicarakannya. Lantas harus bagaimana?? Perasaan ini tidak menentu bahkan sesekali, air mata pun tak mampu menarikmu kembali. Tak berperan apapun, sia-sia dan setelah itu mati.
***
Sayang ? Tidak ada lagi panggilan itu dari bibirmu. Kata-kata yang mampu memperlihatkan pelangi di tengah badai. Ah, sudahlah ! Kadang aku berfikir, aku yang kurang bersyukur atau memang ternyata bukan aku yang kamu cari selama ini. Jika kamu sibuk aku mengerti, jika kamu tidak punya waktu untukku aku pun berusaha mengerti. Tapi kenapa hanya aku yang belajar mengerti ?

***
Semua tinggal kenangan. Dan aku sedang tidak bermimpi saat ini. Terbangun dari kegelisahan yang selama ini mengganggu aktivitas kerja otak dan hati. Membiarkan semuanya sesuai rencana Tuhan yang tidak sesuai dengan keinginanku. Kenangan, hanya bisa terlihat dengan mata tertutup. Menyedihkan memang karena selalu saja ada masa lalu yang kita nginkan kembali namun tidak akan pernah kembali. Dan yang aku tahu cerita kita pernah ada, walaupun memang sudah berakhir.

***

Terima kasih mas. Terima kasih telah memberi warna baru dalam ceritaku :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline