Lihat ke Halaman Asli

melia tjoa

Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945

Judicial Restraint: Memelihara Integritas Konstitusional dan Stabilitas Hukum

Diperbarui: 28 Juni 2024   11:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Judicial Restraint adalah prinsip hukum yang mendorong hakim untuk lebih berhati-hati dan mawas diri dalam menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk membatalkan keputusan yang telah dibuat oleh lembaga legislatif atau eksekutif. 

Dimana hakim tidak boleh bertindak sewenang---wenang, melainkan harus menghormati keputusan yang telah dibuat oleh lembaga-lembaga tersebut, sebagaimana diketahui bahwa orang-orang yang berada dalam lembaga legislatif maupun eksekutif merupakan perwakilan rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Dengan demikian dapat mengurangi terjadinya aktivisme yudisial di Indonesia.  

Judicial Restraint berperan penting dalam menjaga keseimbangan, kekuasaan dan integritas konstitusi dalam sistem pemerintahan yang dikenal dengan stabilitas hukum.
Apabila hakim sering bertindak sewenang-wenang dengan menggunakan kekuasaan untuk membatalkan Peraturan Perundang-undangan atau kebijakan yang dibuat olehh lembaga legislative maupun eksekutif, tentu hal ini dapat menimbulkan kegaduhan dan pertanyaan besar di masyarakat perihal ketidakpastian hukum di Indonesia. 

Oleh sebab itu, penerapan judicial restraint wajib untuk dilakukan oleh hakim-hakim di Indonesia untuk menjaga kesinambungan dan prediktabilitas hukum serta keberlangsungan masyarakat yang tertib.

Namun, hakim juga tidak boleh bersikap abai atau tutup mata terkait dengan hukum dan hak-hak individu masyarakat. Sehingga perlu adanya keseimbangan antara tindakan dan pola pikir hakim itu sendiri agar tetap dapat memberikan perlindungan konstitusional secara baik, efektif, adil dan tepat sasaran. 

Hakim dengan peran yang dimiliki seharusnya dapat memberikan pertimbangan secara matang tanpa bersikap secara subyektif, jadi dalam pengambilan keputuasannya harus melihat secara obyektif sesuai dengan hukum yang berlaku dan prinsip-prinsip keadilan serta berdasarkan pada interpretasi sesuai dengan fakta dan hukum yang relevan.

Dalam hal ini sebaiknya Judicial Restraint tidak diatur secara ketat dalam Undang-Undang karena tidak ada batasan pasti terkait dengan penggunaan prinsip ini., dimana prinsip ini mencerminkan filosofi atau pendekatan hukum secara luas dengan menggunakan etika dan prinsip keadilan.  

Karena hakim dalam fungsinya sebagai lembaga yudisial dalam sistem peradilan Negara wajib untuk menjalankan tugas konstitusionalnya membentuk sistem peradilan yang adil dan berimbang. Dengan demikian, Judicial Restraint dapat berkembang dengan mengacu pada perubahan sosial, teknologi dan nilai-nilai yang berkembang di dalam masyarakat agar tetap relevan dan efektif.

Namun demikian, meskipun tidak diatur dalam undang-undang, prinsip judicial restraint harus tetap diintegrasikan dalam kerangka etika dan standar profesionalisme yang tinggi dalam profesi hukum, untuk memastikan bahwa prinsip ini dipahami dan dihormati oleh semua hakim sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap keadilan dan supremasi hukum. Ini dapat dicapai melalui kode etik hakim, keputusan-keputusan pengadilan yang berpengaruh (preseden), dan pendidikan hukum yang berfokus pada pentingnya keseimbangan dan kehati-hatian dalam menjalankan fungsi yudisial.

Nama : Melia Surya Kusuma

NIM : 1322300017




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline