Lihat ke Halaman Asli

Melianus Laia

Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta

Pandangan Hukum terhadap Kasus Pembunuhan Tiga Anak oleh Ibu Kandungnya

Diperbarui: 23 Mei 2022   20:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pembunuhan adalah salah satu tindak pidana yang sudah banyak terjadi dengan berbagai motif yang berbeda-beda . Bahkan kasus pembunuhan sudah menjadi berita yang akan tayang setiap harinya di stasiun televisi, baik korban pembunuhan karena cekcok, tawuran, begal, dan lain sebagainya. 

Biasanya para pelaku pembunuhan melakukan aksinya karna adanya dorongan dan keinginan tertentu terhadap si korban. Namun, apa jadinya kalau yang melakukan pembunuhan adalah anggota dari dalam keluarga kita sendiri? seperti kasus yang terjadi di daerah Brebes Jawa Timur, seorang ibu tega membunuh 3 (tiga ) anak kandungnya sendiri. 

Kejadian ini cukup memprihatinkan, ibu yang seharusnya menjaga dan melindungi anaknya malah dengan tega menghabisi ketiganya secara brutal. Ironisnya ketiga anak tersebut ditemukan tewas mengenaskan dengan luka sayatan pada bagian leher. 

Setelah diselidiki oleh pihak kepolisan, terungkap bawha pelaku pembunuhan terindikasi mengalami gangguan jiwa. Dalam kasus seperti ini tentunya penyidik tidak bisa dengan semena-mena melakukan penahanan, sebab dalam undang-undang telah diatur bahwasanya orang yang mengalami gangguan jiwa tidak dapat dihukum atau dipidana sebagaimana yang telah muat dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 44 ayat 1, 2, dan tiga. pasal ini berbunyi : 

(1) Barang siapa yang melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungkan kepdanya karena jiwanya cacat dalam pembunuhan atau terganggu karena penyakit, tidak dipidana. 

(2) Jika ternyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepada pelakunya karena pertumbuhan jiwanya cacat atau terganggu karena penyakit, maka hakim dapat memerintahkan supaya orang itu dimasukkan kerumah sakit jiwa paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan. 

(3) Ketentuan dalam ayat 2 hanya berlaku bagi mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri. 

Dalam kasus ini pasal satu tersebutlah  yang menjadi alasan pihak penyidik tidak memenjarakan tersangka. karena kabarnya, setelah dilakukan test kejiwaan sesuai dengan prosedural yang ada, tersangka dinyatakan benar mengalami/terindikasi gangguan jiwa. 

Nah jadi, dalam penyelesaian kasus ini pihak penyidik meyerahkan pelaku untuk di dimasukkan kerumah sakit sesuai dengan perintah yang yang tertulis dalam pasal (3). Tak jarang, ada banyak pelaku pembunuhan yang pura-pura mengalami gangguan jiwa saat menghadapi proses pemerikasaan, tujuannya adalah untuk menghidari hukuman atau setidaknya diberi keringanan. 

Nah inilah salah satu tujuan mengapa para tersangka pembunuhan yang sebelumnya dinyatakan mengalami gangguan jiwa harus dimasukkan kerumah sakit jiwa, yaitu untuk memastikan bahwa tersangka tidak sedang membuat alibi agar dibebaskan begitu saja. 

Berbeda jika seandainya pelaku pembunuhan dalam kasus ini tidak mengalami gangguan jiwa, sekalipun ia merupakan ibu dari pada korban, dia akan tetap dijatuhi hukuman sesuai pasal 338 KUHP, yang berbunyi : Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun penjara. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline