Lihat ke Halaman Asli

Meliana Aryuni

Penulis pemula yang ingin banyak tahu tentang kepenulisan.

Toleransi Tinggal di Perumahan

Diperbarui: 31 Maret 2024   14:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh fauxels/pexels.com/

Hidup di masyarakat itu penuh dengan cerita. Ya, sebagai manusia kita akan hidup dengan berbagai karakter orang, agama, suku, keturunan, dan adat istiadat. Namun, semua itu bisa disatukan dalam kata toleransi.

Toleransi Menurut Saya

Tolerasi yang saya maksudkan adalah memahami bahwa apa yang berbeda antara satu orang dengan orang lain bukan untuk diperselisihkan, dimusuhi, atau tidak dipedulikan. Namun, tolerasi juga tidak membuat satu orang terpaksa untuk melakukan kebiasaan orang lain. Tidak sama sekali. Tolerasi hadir karena satu kata, manusia.

Manusia yang memiliki akal pikiran tidak akan ingin hidup dalam keadaan ketakutan atau cemas, bukan? Nah, toleransi ini mencoba untuk membiarkan orang berlaku dengan kebiasaannya, tetapi tidak mengganggu kebiasaan orang lain. Singkatnya, tolerasi menurut saya adalah bentuk saling menyayangi dengan tulus pada kebiasaan orang lain.

Bentuk Toleransi di Lingkunganku

Saya tidak ingin menceritakan sesuatu yang tidak saya rasakan berkaitan dengan toleransi ini. Sebut saja, di perumahan tempat saya tinggal ada 2 pengajian muslimah. Satu adalah pengajian yang berbasiskan NU dan yang satu lagi pengajian yang tanpa nama dan tidak ditunggangi oleh kepentingan-kepentingan tertentu.

Pengajian NU dilaksanakan setiap Selasa siang dan pengajian umum pada Sabtu siang. Di antara keduanya tidak adalah pemaksaan untuk ikut ke NU atan umum. Warga boleh memilih 1 atau bila mau ikut keduanya atau tidak keduanya, tentu saja boleh.

Bukan hanya soal pengajian sesama muslim, di tempat saya tidak hanya tinggal orang muslim. Ada juga orang Kristen, Konghuchu. Kami yang muslim tidak pernah mengusik agama mereka dan mereka pun tidak mengusik agama Islam. Kehidupan berjalan seperti biasa. Hak tetangga ditunaikan.

Ketika tetangga kami yang beragama lain merasakan hari besarnya, orang muslim tidak menganggunya dan membiarkannya. Sebab sebagai seorang muslim kami berprinsip bahwa untukku agamaku dan untukmu agamamu.

Prinsip itu bukan sekadar prinsip, tapi sebagai pedoman hidup bagi kami seperti yang tertulis dalam Al Quran surat Al Kaafirun ayat 6. Jadi, jika ada  umat Islam tidak memiliki sikap toleransi dengan yang lain, berarti dia belum memahami prinsip dalam beragama.

Toleransi ini juga diatur dalam UUD 1945 dalam pasal 29. Jelas sekali bahwa negara ini juga mendukung tegaknya toleransi. Tak ada minoritas di tempat saya tinggal. 

Semua bersatu dengan tetap memegang prinsip masing-masing.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline