Lihat ke Halaman Asli

Dari Miletos untuk Dunia

Diperbarui: 18 Juni 2015   00:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Filsafat Pra-Sokrates

Masa Filsafat Pra-Sokratik dapat dikatakan sebagai sebuah masa di mana akal mulai digunakan secara rasional. Filsafat Pra-Sokratik juga dikenal sebagai Filsafat Yunani Kuno. Filsafat Pra-Sokratik adalah masa filsafat awal, dengan Sokrates (sokratik) sebagai batas pemisah dengan filsuf-filsuf sesudah Sokrates. Sehingga pertanyaan yang timbul dibenak kita adalah kenapa harus Sokrates yang jadikan patok pembatas? Bukankah Sokrates tidak meninggalkan tulisan dan sumber utama keterangan-keterangan tentang dirinya banyak diperoleh dari tulisan Aristhopanes, Xenophon, Plato, dan Aristoteles. Bukankah, filsuf-filsuf sebelum Sokrates banyak. Katakanlah, Phytagoras sebagai orang pertama yang mengatakan philosophos (pecinta kebijaksanaan). Ada juga Heraclitos, Parmenides, Democratos, dsb. Jika ditinjau dari segi umur (usia) atau filsuf-filsuf Pra-Sokrates hidup, Sokrates hidup pada tahun 469–399 SM, maka ditemukan beberapa filsuf yang hidup se zaman dengan Sokrates dan digolongkan filsuf Pra-Sokrates. Adalah Democritos (460–370 SM), Zeno (±490-430 SM), Empendocles (±490-435) dan Anaxagoras (±499-420 SM) yang seusia dengan Sokrates.

Ada dua alasan kuat mengapa disebut Filsafat Pra-Sokrates. Pertama, filsuf-filsuf Pra-Sokrates adalah filsuf yang pemikirannya tidak dipengaruhi oleh Sokrates. Pemikiran filsuf Pra-Sokrates menjadikan alam (phusis) yang luas dan penuh keselarasan sebagai sasaran pemikiran mereka. Sedangkan pemikiran Sokrates dan ini adalah alasan kedua, bahwa objek pemikirannya adalah manusia. Menurut Cicero, filsuf Romawi, Sokrates merupakan filsuf yang memindahkan filsafat dari langit ke bumi. Bukan lagi berpusat pada jagad raya (kosmossentris) tetapi manusia (antroposentris). Hal tersebut yang menyebabkan Sokrates sebagai “tapal batas” pemikiran kefilsafatan yunani.

Miletos

Miletos adalah tanah kelahiran filsafat. Disebut tempat lahir karena ada tiga filsuf awal yang bertempat tinggal pada abad ke 6 SM di kota ini, yaitu; Thales, Anaximandros, dan Anaximenes. Miletos adalah salah satu dari dua belas kota di Ionia dan penduduk yang tinggal adalah orang Ionia. Secara geografis Miletos adalah kota kecil berada di pesisir barat Ionia, sekarang Turki, sedangkan lokasi Ionia sendiri adalah pesisir bagian barat Asia Kecil Letaknya yang berada di pesisir memungkinkan kota ini dijadikan tempat “transaksi” budaya. Ditambah adanya pelabuhan, maka Miletos adalah titik pertemuan pelbagai kebudayaan dan informasi dari pelbagai tempat. Filsafat Miletos adalah filsafat alam. Fokus pemikiranya adalah untuk menemukan dasar yang hakiki, yaitu dasar yang mendasari segala sesuatu, atau dengan kata lain untuk menemukan yang mutlak.

Thales (±625-545 SM)

Siapakah Thales? Di Yunani, Thales termasuk dari tujuh orang bijak pada waktu. Bersanding dengan Bias dari Priene, Pitakos dari Mytilene, Soloon dari Athena, Khobonlos dari Ikidos, Khiloon dari Sparta dan Periandros dari Korinthos. Dalam dunia filsafat, Thales dijuluki the father of philosophy oleh Aristoteles pada abad ke 4 SM. Keterangan-keterangan tentang Thales tidak dapat diketahui secara pasti, karena ia tidak meninggalkan tulisan sama sekali. Sehingga, adanya dia dan pemikiran filsafatnya dapat diketahui memalui keterangan-keterangan dari sejarawan Yunani, Heredotos (abad ke 5 SM) dan filsuf-filsuf setelahnya seperti Aristoteles.

Thales diantarkan menuju gelar filsuf pertama oleh pertanyaan yang dia ajukan dan dijawab sendiri. Pertanyaannya begitu mendasar: What is the nature of the world stuff? Pertanyaan tentang latar belakang alam semesta itu dilatar belakangi oleh rasa takjub dan heran atas gerak dan keanekaragaman alam. Jawaban ia adalah bahwa arkhé (asal muasal dari segala sesuatu) adalah air. Ia mengambil air sebagai arkhé didasarkan atas bentuk air yang bermacam-macam: benda halus (udara), cair (air), dan keras (es). Air juga tampak sebagai sarana pokok bagi kehidupan bahkan menjadi “sumber” kehidupan, air yang meresapi segala-galanya. Selain itu, air tampak dan menjadi bahan dari semua makhluk, tumbuh-tumbuhan, makanan, dll. Tidak cukup sampai di situ, Thales berpendapat bahwa bumi muncul dari air dan terapung-apung di atasnya, karena saat itu ia berada di pantai Miletos, air tampak sebagai lautan yang luas. Sebagai kesimpulan awal dari saya, salah satu faktor pendorong Thales beragumen tentang arkhé adalah faktor geografis.

Anaximandros (±610-540)

Anaximandros adalah murid Thales. Selain “dicap” sebagai filsuf, menurut tradisi ia adalah orang pertama yang membuat peta bumi karena keahliannya dalam bidang astronomi dan geografi. Dalam dunia filsafat, dia adalah murid “durhaka” terhadap sang guru, Thales, karena ia tidak sependapat dengan Thales tentang asal muasal segala sesuatu adalah air. Anaximandros mengatakan bahwa tidak mungkin arkhé itu terdiri dari satu anarsir, air, karena masih ada api. Air harus didapatkan dimana-mana, meresapi segala sesuatu, termasuk api. Oleh karena itu. Asas harus lebih dalam dari anarsir yang menyusun alam, yaitu to apeiron (tak terbatas). Timbullah pertanyaan, kok bisa yang “tak terbatas” itu terjadi alam? Beginilah, kata Anaximandros, terjadi penceraian (ekkrisis) dari “to apeiron” , maka dilepaskanlah anarsir yang berlawanan, panas dan dingin, kering dan basah. Kemudian terjadi keseimbangan antar anarsir yang berlawanan, namun jika terjadi dominasi salah satu anarsir, terdapat hukum keseimbangan yang mengusahakan untuk menyeimbangkan. Akibat proses penceraian tadi adalah adanya gerak puting beliung sebagai pemisah yang dingin daripada yang panas, sedangkan yang panas kemudian membalut yang dingin. Gerak yang demikian itu menyebabkan terjadinya bola raksasa dengan posisi yang dingin berada di tengah-tengah yang panas. Karena panas itu, air lepas dari tanah dan menjadi kabut (udara). Selanjutnya, udara menekan bola raksasa tadi, sehingga terjadi letusan yang mengakibatkan terjadinya lingkaran-lingkaran yang berpusat satu. Setiap lingkaran terdiri dari api yang dibalut udara dan mempunyai satu lubang yang ada api di dalamnya, maka tampaklah sebagai bintang, bulan dan matahari.

Selain mendeskripsikan asal muasal dari alam semesta, Anaximandros berpendapat bahwa bentuk bumi adalah silinder yang terletak di pusat jagad raya.

Anaximenes (±538-480 SM)

Dia murid Anaximandros, baginya arkhé segala sesuatu adalah “hawa” atau “udara” . Alasannya, bahwa udara meliputi seluruh alam dan menjadi azas kehidupan manusia. Semua unsur alam ini terjadi karena proses pemadatan dan pengenceran udara. Unsur-unsur alam terbentuk dari udara: pemadatan udara menghasilkan angin, air, tanah dan batu, sedangkan pengenceran udara berupa api. Tubuh manusia adalah mikrokosmos yang mencerminkan jagad raya sebagai makrokosmos. Kalau Thales mengatakan bumi terapung di atas air, maka Anaximenes mengatakan bumi — yang seperti meja bundar — katanya melayang-Iayang di udara.

Kesimpulan

Dari pemikiran ketiga filsuf awal dari miletos tersebut, terdapat beberapa titik tekan yang menentukan corak pemikiran mereka. Pertama, objek atau sasaran pemikiran mereka adalah alam (jagad raya). Ketakjuban dan rasa heran atas wah nya jagad raya adalah latar belakang mengapa mereka berpikir demikian. Kedua, mereka memandang alam sebagai sebuah keseluruhan yang bersatu dan mempunyai asal usul (arkhé) satu prinsip saja. Arkhé inilah yang kemudian mereka yakini sebagai sebab-sebab terjadinya alam semesta. Ketiga, terciptanya dan teraturnya alam semesta bukan sebuah kebetulan, mereka yakin ada satu hukum yang menguasi alam ini. Keempat, mereka juga yakin bahwa alam semesta bukan merupakan chaos (kekacauan), tetapi kosmos (keteraturan).

Persembahan dan sumbangsih Miletos untuk peradaban dunia sangatlah besar. Dari kota ini tradisi mitos berubah menjadi tradisi logos. Di kota ini juga, sejarah pemikiran rasional dimulai, menyebar ke seantero dunia. Kini, Miletos hanyalah sebuah hitam di atas putih sejarah peradaban dunia. Miletos musnah seiring dengan penyerbuan oleh bangsa Parsi pada tahun 494 SM. Namun, pemikiran filsafatnya terus dipertahankan dan dikembangkan. Kau ada karena tiada.

Wassalam.

Nama-nama tujuh orang bijaksana Yunani ini, saya mengutip dari Dr. Harun Andi Wijono dalam bukunya Sari Sejarah Filsafat Barat I. Ada kemungkinan, di sumber-sumber lain terdapat perbedaan nama-nama tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline