Debat kedua Pilwali Surabaya berlangsung menarik, kedua paslon saling tanggap-menanggapi, saling serang dan adu argumentasi.
Gagasan-gagasan inovatif coba ditawarkan untuk membawa Surabaya lebih baik. Program kerja dan visi misi telah diolah sedemikian rupa supaya nampak keren dan menarik perhatian warga Surabaya.
Setiap Paslon berusaha menarik simpati warga dengan berbagai macam cara bersosialisasi dan kampanye, salah satu gagasan yang menggelitik dari paslon nomor urut 1 adalah mereka berjanji akan mengembangkan wisata heritage di kota Surabaya, benarkah akan dilakukan?
Pertama, melihat fakta lapangan bahwa baru-baru ini mencuat kembali berita lama tentang penggusuran rumah radio Bung Tomo di daerah Tegalsari, Surabaya. Bangunan ini telah dianggap masyarakat Surabaya sebagai saksi sejarah panjang perjuangan Surabaya.
Kedua, alasan penggusuran tak lain kemungkinan karena kepentingan materi, terbukti dengan diterbitkannya surat IMB untuk perusahaan swasta PT Jaya Nata. Lalu siapakah yang seharusnya bertanggung jawab atas hal ini?
Saat penggusuran itu terjadi, Eri-lah pejabat pemerintah yang menjabat sebagai kepala dinas cipta karya tata ruang, ialah yang seharusnya memberikan ijin penerbitan surat IMB untuk perusahaan swasta tersebut.
Setelah tragedi penggusuran rumah radio Bung Tomo, masihkah ia berani menggaungkan bahwa akan mengembangkan wisata heritage?
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa rumah radio tersebut menjadi tempat dimana Bung Tomo berkoar memantik semangat arek-arek Suroboyo melawan dan mengusir penjajah.
Tentunya penggusuran ini bukan hanya tentang menertibkan dan meratakan bangunan di Surabaya, tetapi khusus dalam kasus ini adalah lebih kepada tentang bagaimana menghargai dan merawat peninggalan sejarah tentang perjuangan warga Surabaya melawan penjajah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H