Lihat ke Halaman Asli

Meldy Muzada Elfa

TERVERIFIKASI

Dokter dengan hobi menulis

Dokterku Sayang, Dokterku Malang; Dia Diharap, Dia Dituntut

Diperbarui: 24 Juli 2016   14:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Shutterstock

Latar belakang tulisan ini adalah ketika baru saja terjadi diskusi hangat di forum media sosial teman-teman dokter tentang pemberian obat antinyeri yang diberikan secara berlebihan. Seperti diketahui bersama bahwa obat antinyeri atau dalam dunia medis dikenal dengan istilah analgetik berfungsi menaikkan ambang nyeri, namun di sisi lain mempunyai efek menurunkan fungsi defensif (pertahanan) dinding lambung yang akhirnya dapat menyebabkan gangguan lambung atau yang dikenal dengan istilah maag.

Singkat cerita di suatu daerah terdapat pasien yang menderita peradangan asam urat (gout artritis) yang berobat ke seseorang yang dianggap dokter oleh masyarakat sekitar (tapi kenyataannya bukan dokter/red). Pasien tersebut diberikan sejumlah obat dengan petunjuk pemberian 3x sehari. Berikut adalah jenis obat yang diberikan.

Obat-obatan yang diberikan kepada pasien (Sumber: Grup FB Dokter Indonesia Bersatu)

Jika memang benar diagnosis pasien tersebut adalah peradangan asam urat, terapi pertama pada pasien adalah pemberian obat antiradang dan antinyeri sesuai tingkatan nyeri pasien tersebut. Karena efek antiradang dan antinyeri adalah menurunkan faktor defensi (pertahanan) dinding lambung, sering disertakan dengan obat pelindung dinding lambung dan nasihat bahwa sebaiknya obat diminum sesudah makan.

Mari kita telaah obat-obat yang diberikan di atas. Obat tersebut yaitu Renadinac 50 (Natrium Diklofenak 50 mg), Grazeo 20 mg (Piroxicam 20) dan Opistan 500 (Asam Mefenamat 500 mg) dengan aturan pemakaian ketiganya adalah 3x sehari. Ketiga jenis obat tersebut termasuk dalam 1 kategori, yaitu Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), di mana masing-masing obat mempunyai efek merusak dinding lambung. Bahkan salah satu jenis obat, yaitu Piroxicam mempunyai durasi lama sehingga pemakaiannya cukup 1x sehari, namun pada kasus ini tetap diberikan 3x sehari.

Penulis meyakini bahwa dengan pemberian obat tersebut, nyeri akibat peradangan asam urat pasien tersebut akan berkurang secara signifikan atau bahkan menghilang. Tetapi bagaimana dengan efek sampingnya? Dipastikan dengan pemberian ketiga obat tersebut secara bersamaan secara signifikan juga akan menyebabkan kerusakan dinding lambung di mana suatu saat akan menimbulkan nyeri bahkan perdarahan. Ini adalah efek yang berbahaya karena abuse dari pengobatan.

Kombinasi obat antinyeri sering digunakan para dokter, namun kombinasi tersebut dengan melihat onset dan durasi obat serta cara kerjanya yang saling melengkapi. Sebagai contoh, seorang dokter sering memberikan antinyeri kombinasi parasetamol dan tramadol, di mana parasetamol mempunyai efek antinyeri yang ringan-sedang, onset (awitan) lambat namun durasinya lambat, sedangkan tramadol adalah antinyeri opioid untuk nyeri sedang-kuat dengan onset cepat namun durasinya cepat. Gabungan obat tersebut akan menghasilkan terapi antinyeri dengan efek awalnya cepat dan dapat bertahan lama mengurangi nyeri tersebut. Dan hebatnya lagi, gabungan kedua obat tersebut mempunyai efek yang minimal terhadap gangguan dinding lambung.

Tabel superioritas kombinasi tramadol (tram) dan parasetamol (apap) (sumber: http://www.fda.gov/ohrms/dockets/ac/02/briefing/3882B1_13_McNeil-Acetaminophen.htm)

Contoh di atas merupakan penegasan bahwa seorang dokter yang telah dibekali dengan keilmuan yang mumpuni tentunya akan memilih terapi yang terbaik dengan efek samping yang dirasa seminimal mungkin. 

Pemberian obat-obatan yang dilakukan bukan karena dasar keilmuan yang benar, namun hanya berbekal pengalaman bahkan hanya berbekal coba-coba maka itu adalah suatu tindakan yang berbahaya dan dapat dikatakan sebagai suatu kejahatan. 

Bagi dokter, First Do No Harm

Dokter adalah profesi yang langsung berkenaan dengan kehidupan manusia. Karena berkaitan dengan kehidupan manusia, maka dasar etik yang dibangunkan haruslah berprioritas pada keselamatan pasien. Kaidah dasar (prinsip) etika/bioetik adalah aksioma yang mempermudah penalaran etik. Konsil Kedokteran Indonesia mengadopsi prinsip etika kedokteran barat yang menetapkan bahwa praktik kedokteran di Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral, di mana dalam penerapan praktiknya secara skematis dalam gambar berikut:

4 kaidah dasar moral kedokteran (sumber: http://images.slideplayer.info/11/3275410/slides/slide_40.jpg)

Jika dijabarkan dari 4 kaidah dasar tersebut adalah: 1. Autonomy/respect for person: menghormati martabat manusia, 2. Beneficence: berbuat baik, 3. Justice: keadilan, dan 4. Non-Maleficencetidak berbuat yang merugikan. Dari 4  kaidah dasar tersebut, penulis akan konsen pada salah satu kaidah yang berkaitan dengan kasus yang dibahas dinawal tulisan tadi, yaitu kaidah Non-maleficence yaitu tidak berbuat yang merugikan.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline