Menjelang akhir tahun 2015 banyak peristiwa yang tidak diinginkan masyarakat dan berdampak sosial. Mulai dari musim kemarau yang panjang, kebakaran hutan yang memicu kabut asap di Sumatera dan Kalimantan, kekeringan di sejumlah daerah, kasus sosial politik yang negatif dan wacana hukuman potong saraf libido yang sedang hangat diperdebatkan.
Wacana ini menghangat di masyarakat setelah kementerian sosial, dalam hal ini Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan terkait dengan kasus pedofilia yang marak belakang ini sebagai bentuk suatu hukuman.
Beliau menerangkan, saraf libido seseorang dimungkinkan untuk dilumpuhkan tanpa mengganggu kerja saraf lainnya. Usulan hukuman potong saraf libido bagi pelaku kejahatan seksual sudah dimasukan dalam draf RUU Kekerasan Seksual.
Dia berharap RUU Kekerasan Seksual bisa masuk prolegnas 2016. Bahkan beliau juga menegaskan bahwa soal pemutusan saraf libido bagi pelaku kejahatan seksual sebenarnya sudah dilakukan di sangat banyak negara. Inggris, Denmark, Swedia, Polandia, Korea Selatan dan sejumlah negara lain.
Ternyata, wacana yang beliau lontarkan itu bukan hanya menjadi topik yang hangat di masyarakat, tetapi juga memunculkan kebingungan di kalangan medis. Bisa kita garisbawahi, bahkan kalangan medispun bingung menerjemahkan maksud beliau. Apakah maksudnya potong alat vital, potong saraf atau memasukkan zat/hormon tertentu agar rangsangan berkurang?
Dari kebingungan tersebut, baik kiranya penulis dapat berbagi bagaimana maksud potong saraf libido dari persepsi dunia medis yang mungkin bisa diterjemahkan ke dalam bahasa popular pada masyarakat awam.
Rangsangan seksual dan ereksi, apa dan bagaimana?
Awal aktivitas seksual ataupun kejahatan seksual mulanya terjadi karena adanya rangsangan seksual. Ketika tubuh menerima rangsangan seksual baik melalui penglihatan, perabaan, penciuman, khayalan dan sebagainya, maka penerima stimulasi seksual akan segera bereaksi dan mengirim pesan kepada sistem saraf yang dilanjutkan ke hipotalamus (bagian otak) kemudian turun ke bawah melalui medulla spinalis (sumsum tulang belakang).
Selanjutnya melewati nucleus (inti-inti saraf otonom) diteruskan ke jaringan-jaringan erektil di korpus kavernosus (seperti spons di alat kelamin laki-laki). Di dalam jaringan erektil ini, dihasilkan bermacam-macam neurotransmitter (penghantar impuls saraf).
Pada laki-laki terjadilah ereksi. Ereksi terjadi oleh 3 peran yaitu peran pembuluh darah, peran otot polos dan peran saraf.
Saat ereksi, darah mengisi rongga (maaf) penis sampai maksimal. Bagaimana bisa terisi? Saat terangsang, maka terjadi aktivasi saraf otonom yaitu parasimpatis dimana aktivasi ini akan membuka pembuluh darah di penis (vasodilatasi arteri) dan relaksasi otot polos jaringan erektil sehingga aliran darah ke penis meningkat.