Lihat ke Halaman Asli

Culture Shock Mahasiswi Thailand

Diperbarui: 27 Desember 2015   12:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kemaren saya sempatkan untuk saling share pengalaman sama teman dari Thailand. Yaitu tentang culture shock, suka dan duka yang yang dialami oleh pelajar Thailand saat belajar di Indonesia. Karena belajar itu membutuhkan waktu yang lama untuk menjadi seorang yang hebat.

Dia menceritakan semua kesan dan pesan selama lima tahun di Indonesia. Kita sebut saja panggilannya inisialnya Kak Nunu, dia sudah belajar di Indonesia selama 5 tahun. Kebetulan dia belajar di pondok pesantren terkenal di jawa-timur. Pertama kedatangan dia di Indonesia adalah untuk menuntut ilmu demi membahagiakan orang-tuanya dan yang kedua dia ingin belajar bahasa Indonesia yang katanya bahasa Indonesia adalah bahasa internasional di ASEAN.

Bagi dia belajar bahasa Indonesia tidaklah susah karena selama di Thailand Selatan disana banyak penduduk yang menggunakan bahasa melayu. Background belajar di Thailand dia juga di pesantren tetapi menggunakan bahasa Thailand. Dia belajar bahasa Indonesia dan mengerti hampir satu tahun, karena satu tahun itu dia sudah bisa faham kalau lagi mendengarkan musik ataupun menonton film.

Selain itu tantangan terbesar dia selama di Indonesia adalah culture dan food, “ saya hanya bisa sabar kalau untuk makanan, karena lama-lama juga bisa beradaptasi” ujar calon mahasiswi IIUM (International Islamic University of Malaysia). Kalau di Thailand setiap makan harus ada hidangan yang istimewa setiap harinya semisal: telur, ayam atau daging. Kalau di Indonesia sayur, tempe dan tahu saja sudah cukup karena mencerminkan orang Indonesia sangat sederhana.

Perbedaan mencari makanan halal karena kebetulan seorang calon mahasiswi ini adalah seorang muslim, kalau di Thailand Selatan cari makan halal gampang karena mayoritas penduduknya juga muslim dan kita juga bisa melihat saja penjualnya kalau dia memakai kerudung berarti itu menjual makanan halal, kalau di Indonesia dia masih bingung karena orang yang menjual makanan halal pun kadang tidak berkerudung.

Kesan pesan selama di Inonesia adalah” Indonesia seperti rumah sendiri karena setelah faham bahasa Indonesia saya berani keliling jawa sekalipun dan nggak takut lagi kesasar ” setelah melanjutkan S1 di Malaysia nanti dia ingin sekali melanjutkan S2 di China karena dia ingin mengusai Bahasa Mandarin setelah dia menguasai 5 bahasa sekarang yaitu: Bahasa Thailand, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, dan Bahasa Melayu.

Di dalam artikel saya saya tidak ingin membeda-bedakan status ataupun budaya sekaligus karena begitu Indahnya keragaman budaya kita ini apalagi orang asing yang merasakannya yang intinya dia mendapatkan banyak pelajaran dari menuntut ilmu selama di Indonesia, yaitu: kesabaran untuk beradaptasi dengan budaya dan makanan selama di Indonesia kesederhanaan untuk kesehariannya karena makan tidak harus bermewah-mewah setiap harinya, kesadaran akan menuntut ilmu tiada batasnya umur, jarak dan waktu, seperti motivasinya “Never too old to learn” tidak ada kata tua untuk belajar dinegara manapun atau kapanpun itu. Karena Indonesia itu sangat indah begitu juga dengan Dunia yang belum kita jamah sama sekali.

Karena kita harus melihat masa depan kita dari sekarang untuk kesadaran akan tanggung jawab setiap individu untuk mengembangkan kualitas individualnya karena kita harus menjadi unggul dilevel kita masing-masing. Kita harus menjadi extraordinary person yang nantinya kita akan di cari karena banyaknya kelebihan kita bukan kekurangan kita. Marilah kita mengasah kemampuan kita selagi muda.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline