Di dalam Paradigma masyarakat Jawa, perkawinan bukan sebatas proses legalisasi hubungan antara laki-laki dan perempuan. Lebih dari itu, perkawinan merupakan penyatuan dua keluarga yang didasari unsur pelestarian tradisi. Karena itu masyarakat Jawa sering menggunakan beragam pertimbangan, dari bibit ( latar belakang keluarga yang baik ), bebet ( Mampu memenuhi kebutuhan rumah tangga ), dan bobot ( berkualitas, bermental baik, bertanggung jawab dan berpendidikan cukup ).
Didalam pernikahan itu sendiri, banyak prosesi yang harus dilakukan, diantaranya adalah midodareni. Midodareni adalah malam sebelum akad nikah, yaitu malam melepas masa lajang bagi kedua calon pengantin. Sedangkan menurut kamus bahasa Jawa, midodareni yaiku lek-lekan ( tirakatan ) ngarepake ketemuning penganten. Acara ini dilakukan dirumah calon pengantin perempuan. Dalam acara ini ada acara nyantrik. Untuk memastikan calon pengantin laki-laki akan hadir dalam akad nikah dan sebagai bukti bahwa keluarga calon pengantin perempuan benar-benar siap melakukan prosesi pernikahan pada hari berikutnya.
Midodareni, berasal dari kata widodareni ( bidadari ), lalu menjadi midodareni yang berarti membuat keadaan calon pengantin seperti bidadari. Suatu prosesi pasti ada sebab yang menjadikan prosesi itu ada. Seperti pada prosesi midodareni terdapat sebab yang menjadikan proses midodareni itu ada. Midodareni mempunyai keterkaitan dengan cerita Jaka Tarub dengan Dewi Nawang Wulan.
Khayangan salendra bawana
Widadari samya kentar saking patamanan kahyangan
Widadari nglanglang jagad
Widadari adus wonten ing telenging talaga
Jaka Tarub nyidra busana
Jaka Tarub dhaup kaliyan widadari dewi Nawang Wulan
Peputi Dewi Nawangsih
Badharing wewadhi kasekten widadari