Lihat ke Halaman Asli

Melani

Nothing

Kemendikbud dan Senjatanya dalam Melawan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Diperbarui: 27 Desember 2021   06:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pelecehan seksual bukanlah hal baru yang terjadi pada kehidupan, bahkan bisa terjadi kepada siapa saja tanpa memandang apakah ia perempuan atau laki-laki. 

Namun, kasus pelecehan seksual masih banyak dianggap sepele oleh sebagian orang. Pada kasus perempuan, jika ada kasus pelecehan seksual sering kali terjadi perdebatan dimana pada salah satu pihak denial terhadap korban pelecehan seksual yang terjadi seperti salah satunya adalah cenderung menuduhkan korban dengan pakaian yang terbuka. 

Selain perempuan, pada dasarnya laki-laki mengalami hal yang sama, mereka tidak terlepas dari pelecehan seksual dimanapun ia berada. 

Dilansir dari Tirto.id, pakar psikologi dari York University, Toronto, Ontario, Romeo Vitelli Ph. D. mengemukakan argumennya yang diterbitkan di Psychology Today, di ranah profesional, baik sesama pekerja maupun sesama atasan, laki-laki diharapkan untuk mempunyai tingkah dan sikap yang maskulin.

Jika ada tindakan yang melenceng dari konsep maskulinitas yang dominan, maka akan berpotensi mengundang pelecehan seksual terhadap mereka. 

Hal tersebut cukup membuktikan bahwa di dalam ranah profesional, pelecehan seksual terhadap laki-laki tidak dapat terhindarkan dan maskulinitas menjadi atribut penting dalam terjadinya hal ini. Jadi, pada dasarnya laki-laki dan perempuan sama saja dapat berpotensi mengalami pelacehan seksual dalam ranah apapun.

Meyer dalam Sri Kurnianingsih (2003) menyebutkan bahwa ada tiga aspek penting dalam apa yang dikatakan dengan pelecehan seksual yaitu terkait dengan aspek perilaku yang mencakup dua bentuk pelecehan seksual diantaranya adalah pelecehan secara verbal dan pelecehan secara fisik, aspek situasional yang menyatakan bahwa pelecehan seksual dapat dilakukan di mana saja dan dengan kondisi tertentu, dan aspek legalitas yang menyatakan bagaimana perilaku tersebut dinyatakan ilegal. 

Sesuai dengan hal tersebut, dikatakan bahwa pelecehan seksual tidak hanya terjadi secara fisik, namun bisa juga terjadi secara verbal. Verbal tersebut bisa dalam bentuk ucapan maupun secara tekstual. 

Dalam bentuk ucapan yang sering dilakukan adalah catcalling, dimana seseorang melakukan siulan, panggilan, dan komentar yang bersifat seksual saat sedang berada di jalan.

Maraknya kasus pelecehan seksual yang terjadi dalam kehidupan ternyata tidak mempunyai payung hukum yang cukup untuk mengatasi masalah ini. 

Begitu banyaknya demonstrasi yang telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam rangka pengesahan RUU-PKS, namun pemerintah cenderung acuh dalam menangani hal tersebut. Maka dari itu, salah satu menteri Indonesia yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengungkapkan keresahannya atas pelecehan seksual yang telah sering terulang layaknya de javu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline