Sebagai generasi muda yang diikuti perkembangan zaman dan kecanggihan teknologi, kita ditempa untuk menjadi penerus bangsa melek teknologi dan mampu beradaptasi dengan segala hal. Untuk itu, sudah selayaknya kita mendapatkan fasilitas pendidikan dan juga dukungan dari tanah air. Menjadi insan yang bermanfaat bagi orang banyak diperlukan didikan sedari dini mungkin. Pendidikan yang didapat tidak hanya membina akademik namun juga keterampilan dan kepribadian. Berbicara mengenai kepribadian, semua orang memiliki ciri kepribadian tersendiri. Ada yang ekstrovert dan introvert. Namun bagaimana pun kepribadian kita dengan ciri khas yang berbeda-beda, ada beberapa hal yang harus sama-sama kita pelajari dan tanam dalam diri. Beberapa hal tersebut adalah mempunyai sifat jujur dan tidak mementingkan diri sendiri.
Akibat dari ketidakjujuran dan mementingkan diri sendiri dapat membuat kita buta akan kenyataan dan rela melakukan apa saja. Contohnya seperti kasus korupsi yang dilakukan pejabat negeri, sebut saja salah satunya Bupati Laut Wenny Bukamo. Dari hasil pemeriksaan KPK, Wenny melakukan dugaan korupsi suap yang terkait keperluan Pilkada Banggai Laut dengan maksud ingin mencalonkan dirinya kembali. Ada lebih banyak kasus korupsi yang menjerat pejabat negara. Korupsi juga memiliki sahabat dekat yakni kolusi dan nepotisme.
Ketiga sahabat ini biasa kita kenal dengan sebutan KKN. Jika KKN ini terus beradaptasi dengan pemerintahan Indonesia maka kasus-kasus pejabat masuk bui akan menjadi langganan setiap harinya. Edukasi dapat dimulai sejak generasi muda menempuh pendidikan, seperti diajarkan untuk jujur dalam menjawab ulangan dan tugas pekerjaan rumah. Upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk edukasi KKN adalah sosialisasi ke sekolah-sekolah sampai perguruan tinggi dan dalam sosialisasi tersebut ada juga upaya untuk menghadapi serta meminimalisir terjadinya KKN dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, upaya pemerintah jika sudah terjadi kasus-kasus yang berkaitan dengan KKN adalah memberikan hukuman tanpa pengurangan. Seperti yang kita tahu, sudah banyak kasus penjabat masuk bui dengan masa jabatan yang selalu dikurangi, alasannya karena bertindak sopan. Semuanya bisa bertindak sopan tapi tidak semua bisa mendapat pengurangan hukuman, bukan?
Seperti penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Universitas Airlangga pada tahun 2016, Lia Safitri dengan judul penelitian Implementasi Kebijakan E-Formasi SDM Aparatur dalam Rekruitmen Pegawai di Pemerintah Kota Surabaya. Pada penelitian Lia menekankan pada upaya mewujudkan good governance sebagai sarana yang dapat dijadikan pedoman dalam penataan birokrasi dan rekruitmen sumber daya pegawai. Lia memberikan pendapatnya agar aparatur pemerintah lebih mengedepankan kualitas tanpa terbujuk korupsi, kolusi dan nepotisme dari orang-orang yang dikenal/orang dalam.
Penelitian yang dilakukan oleh Lia mendapatkan hasil cukup baik untuk bagian penataan rekuitmen pegawai pemerintah Surabaya. Lia menilai output yang digunakan benar-benar valid dengan data pegawai yang konkrit serta dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, rekuimen pegawai di permerintah Surabaya sudah cukup baik mengatasi KKN namun masih ada ketidakjelasan mekanisme dalam tahap perencanaan kebutuhan pegawai karena dipengaruhi kurangnya informasi mengenai paraturan pemerintah tentang tata cara rekuitmen CPNS yang efektif.
Berdasarkan penjelasan di atas, semoga ke depannya mekanisme pendidikan semakin ditambah untuk memperkenalkan KKN sedari dini mungkin untuk menciptakan generasi muda yang lebih jujur dan unggul. Serta, diharapkan hukuman mengenai kasus-kasus KKN tidak lemah dan tidak mudah terbujuk rayuan tahanan agar membuat mereka jera melakukan hal serupa lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H