Lihat ke Halaman Asli

Susahnya menjadi Guru

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12979956671745352423

[caption id="attachment_90576" align="alignleft" width="300" caption="illustrasi...guru (sumber: http://mustarif.wordpress.com/)"][/caption]

Saya bukanlah seorang guru, hanya saja lewat pengalaman yang saya dapatkan, saya dapat menyimpulkan sedikit bahwa menjadi guru itu ternyata berat sekali. Kenapa? Mari kita bicarakan.

Kemarin tetangga saya yang masih duduk di sd datang kerumah saya untuk meminta diajarkan mengenai PR bahasa inggrisnya. Saya tak terlalu paham bahasa inggris tapi untuk sekedar kata-kata biasa saya bisalah. Adapun pr dari anak ini adalah masalah penggunaan pronoun/kata ganti dan mencocokkan dengan tobenya serta berikan contohnya dalam bentuk positif,negatif dan interogatif.

MelihatPR yang seperti itu saya merasa paham akan hal itu dan akhirnya jadilah saya seorang guru dadakan bagi anak-anak tetangga saya.

Pelajaranpun dimulai.

Mengingat yang dilakukan oleh guru sewaktu masih bersekolah maka itu juga yang saya terapkan pada anak ini.Saya berusaha menjelaskan dengan pelan-pelan dan sejelas mungkin kepada anak itu. Iapun seakan mengerti akan penjelasan yang saya beriakan lewat anggukan-anggukanya. Satu persatu pronounpun terlewati. Tak lupa saya juga memberikan sebuah contoh singkat untuk memperkaya penjelasan saya.

Selesai semuanya saya pun merasa lega karena tugas telah terlaksana dengan baik. Kali ini sayapun menyuruhnya untuk mengerjakan sendiri prnya. "Silahkan kerjaakan PRnya, kan sudah ngertikan?" kataku padanya. Iapun diam saja.

"Kak belum ngerti" tambahnya. Wah kata saya dalam hati. Sayapun sebenarnya sudah naik darah akan jawaban anak itu tapi karena saya mengingat bapaknya yang kumisnya tebal dan seram juga, saya pun akhirnya bersabar dan menjelaskan ulang. takut ia malah memberitahukan kejadian ini pada bapaknya.gawat nih. kembali saya ulangi menjelaskan pelajaran itu dengan intonasi yang agak berbeda. Karena emosi dan jenuh maka hal ini bisa terjadi. Tapi ternyata sang anak itu menegerti perasan saya,akibat intonasi saya yang sudah meninggi sang anak langsung berkata " kak marah yah?" . kaget juga Saya, berani benar anak nih menanya saya begitu. Tapi saya tetap menjajwab" tidak ah". Selesai dengan penjelasan saya yang kedua kalinya ternyata belum membuatnya mengerti dan bisa menegerjakanya pr-nya

Saya bingung pakai cara apalagi dan pendekatan apalgi yang saya akan apllikasikan supaya anak ini bisa mengerjakan pr-nya. Sempat saya berpikir bahwa saya akan mengerjakan pr-nya, jadi dia terima beres saja, dia senang dan sayapun ikut senang.tapi sejenak saya pikir-pikir untuk apa dia dapat nilai tinggi kelak jika nantinya ia ditanya gurunya ia malah tak tahu. Bisa kasian anak ini.

Satu-satu jalan terakhir adalah mengulangi lagi penjelasan berikut contohnya. Puji Tuhan setelah menjelaskan lebih dari tiga kali akhirnya ia bisa juga mengerti berikut mengerjakan sendiri pekerjaan rumahnya yah walaupun masih tetap kurang benar dalam penentuan to be-nya.

Baru pertama kali itu saya merasa menjadi guru, tapi sepertinya saya sudah bisa ambil sebuah keputusan akhir bahwa saya tak mau jadi guru. Hal ini diakibatkan oleh pemikiranku lewat pengalaman singkat tadi. Mungkin bakat-bakatan juga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline