Lihat ke Halaman Asli

Sun Tzu dan Grand Strategy China

Diperbarui: 3 Desember 2021   12:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

INTRODUCTION

Istilah strategi bukanlah hal yang asing baik dalam lingkup pendidikan, manajemen, bisnis, hukum, terlebih lagi dalam hubungan internasional. Kajian strategi justru menjadi topik yang selalu hangat dibicaran oleh pengkaji studi Hubungan Internasional. Istilah strategi masih sulit untuk didefinisikan dan dibatasi. 

Sampai pada abad ke-18 istilah strategi sering digunakan di Barat dan mulai banyak perubahan strategi sejak saat itu. Meskipun demikian, istilah strategi sering dikaitkan dengan konsep militer dan politik, suatu rencana yang bersifat luas dan menyeluruh dalam mengejar tujuan politik, termasuk penggunaan kekuatan dan ancaman, serta cara bertindak dua pihak yang berkonflik. 

Sisi-sisi dari strategi ini saling berinteraksi satu sama lain sehingga diperlukan kemampuan beradaptasi untuk mencapai sebuah keberhasilan. Sejak dari zaman dahulu, beberapa konsep strategi telah diterapkan secara bertahan tanpa penulisan konsep dari praktisinya. Bahkan beberapa konsep strategi yang diterapkan pada saat ini berasal dari bukti tidak langsung (tanpa konsep tertulis) (Heuser, 2017). 

Hans Delbruck dalam bukunya The History of the Art of War within the Framework of Political History kemudian menggambarkan bahwa dalam mempersiapkan dan memperjuangkan sebuah perang, dibutuhkan yang namanya seni perang yang berfokus kepada tujuan ekonomi, politik, sosial, dan ideologis (termasuk agama). 

Gambaran ini menunjukkan bagaimana strategi tidak hanya terbatas kepada ruang lingkup yang sempit, yaitu militer. Hubungan dari aspek-aspek ini merupakan inti dari strategi yang tidak muncul dalam literatur Barat sampai kepada abad ke-18 (Delbruck, 1920).

Dalam Hubungan Internasional dikenal istilah Grand Strategy. Grand Strategy pertama kali diungkapkan oleh Liddell Hart dengan menyatakan bahwa Grand Strategy lebih tidak hanya tentang kemenangan perang, melainkan bagaimana kita mendapatkan kedamaian dan rakyat yang lebih sejahtera setelah terjadinya perang bahkan lebih baik dari pada sebelum perang terjadi (Hart, 1967). 

Grand Strategy adalah tingkat tertinggi dari tatanan nasional suatu negara yang menetapkan bagaimana negara dan unit politik lainnya memobilisasi dan memprioritaskan kekuatan militer, ekonomi, diplomatik, politik dan lainnya untuk mencapai kepentingan mereka. 

Kepentingan-kepentingan ini bertujuan untuk mengejar kepentingan domestik tertentu, kelangsungan hidup negara, koalisi ide, ataupun membangun tatanan regional dan global secara tertentu. Istilah "Grand" dalam konteks ini sering disalahartikan sebagai tujuan ekspansif ataupun ambisius suatu negara, melainkan bagaimana negara mengelola sumber daya yang ada dengan tujuan yang berdampak luas kepada negara. 

Konsep ini muncul dari dominasi militer pada masa perang dan damai. Kekuatan militer yang dimaksudkan di sini tidak terbatas kepada pemaksaan, tetapi juga instrumen lain seperti diplomasi, pembangunan aliansi, insentif keuangan, kebijakan ekonomi, propaganda publik ataupun intelijen, serta mobilisasi politik bangsa. 

Dalam sudut pandang realisme, tujuan Grand Strategy cenderung diartikan sempit kepada jaminan keamanan, baik melalui status quo atau mencari hegemoni. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline