Putik pada bunga kemuning meredup teduh saat aku bicara pada bahasa yang meringkas aksara dalam cakrawala diri.
Bahasa yang rinainya rembang petang, menerangi hening, menelusup relung keyakinan, menuturkan harap, dan menanyakan kelak.
Seperti apa rupa mentari kala terengkuh apa-apa yang masih tersembunyi?
Seperti apa wajah rembulan saat kakinya telah menetap terjaga membersamai sela-selanya yang kian terkikis rapuh menua hingga menemui lembah cahaya?
Seperti apa laku kekata yang akan tertulis saat telah bersua, menghimpun titik-titik, hingga akhirnya sampai pada kata usai?
Seperti apa ukiran ranting yang telah retak membaur menopang mimpi-mimpi yang terserak di batas tenggat?
Akankah seperti adara yang akan tetap bersinar meski berjarak lebih dari empat ratus tahun cahaya dari bumi?
Atau akankah meredup melesap seiring melanglangnya langkah waktu yang terburu ragu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H