"Bantuan yang disalurkan ke masyarakat kan pakai anggaran pemerintah kabupaten yang sebenarnya adalah uang rakyat. Kenapa foto bupatinya yang dipajang?"
Kemarin, komplek tempatku tinggal kedatangan tamu dari pemerintah Kota Bekasi. Orang-orang pemerintah kota membagikan paket bantuan sosial bagi warga yang terdampak Covid-19. Bukan untuk semua warga, meskipun semua orang mengalami dampak dari wabah ini.
Keributan pun sempat terjadi meskipun tidak lama dan tidak sampai membesar. Ketua RT mengatakan bahwa akan ada bantuan yang lainnya lagi. Yang belum dapat sekarang, akan didaftarkan untuk menerima bantuan selanjutnya.
Keluarga yang mengontrak di sebelah rumahku adalah salah satu yang mendapat bantuan tersebut. Keluarga itu terdiri dari seorang Ibu dengan 2 orang anaknya. Suami dari ibu ini sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.
Ibu ini sudah dihentikan dari pekerjaannya sejak dikeluarkannya himbauan WFH oleh pemerintah kota Jakarta. Sekarang, sekali-sekali beliau menjaga anak tetangga. Tidak setiap hari karena tidak setiap hari juga orang keluar rumahnya sampai harus menitipkan anak.
Anak sulungnya di PHK dari pekerjaannya sebagai karyawan salah satu toko baju di Tebet. Anak bungsunya, baru mau masuk SMA.
Jadi, ada gambaran ya, kenapa keluarga di sebelah rumahku ini mendapat bantuan dari pemkot?
Di pintu rumah keluarga ini, ditempel stiker bertuliskan "Kami adalah rumah tangga penerima bantuan sosial terdampak covid-19" dan dia harus difoto di depan stiker tersebut sambil membawa kantong bantuannya.
Seorang tetangga menyeletuk, "Aku mikir-mikir dulu deh, kalo mau dapat bantuan harus difoto sama rumahnya ditempel stiker begituan. Isi bingkisannya apa sih? Paling beras, minyak, mie, sama sarden."
"Nggak mau juga nggak apa-apa," kataku. "Pak RT malah nggak repot."