Lihat ke Halaman Asli

Meita Eryanti

TERVERIFIKASI

Penjual buku di IG @bukumee

Bekerja Keras Seperti Orang China

Diperbarui: 12 Desember 2019   12:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

buku Kurma di Ladang Salju (dokumentasi pribadi)

Bagaimana kita melihat masyarakat Tionghoa hari ini? Atau orang-orang China pada umumnya yang tinggal di Indonesia? Apakah teman-teman sepakat kalau aku bilang mereka pintar, kaya, dan pekerja keras?

Suamiku bekerja di sebuah perusahaan yang dimiliki oleh orang Cina. Suamiku bercerita, sebelum punya pabrik besar dan outlet yang tersebar di seluruh penjuru nusantara, bosnya adalah penjual CD bajakan. Kemudian dengan keuletan dan kerja kerasnya, beliau bisa sampai di posisinya yang sekarang. Menarik kan ceritanya?

Ini hampir mirip dengan kisah yang dituliskan oleh Ali Romdhoni di bukunya yang baru terbit bulan ini, Kurma di Ladang Salju. Dhoni, adalah seorang mahasiswa doktoral di bidang Religious Studies di Universitas Heilongjiang Harbin, di Cina. Di universitas ini, laboratorium dan perpustakaan selalu ramai oleh mahasiswa yang mengerjakan tugas mulai pukul 7 pagi hingga 10 malam.

Dhoni melihat sendiri bahwa masyarakat di Cina memiliki durasi belajar dan bekerja yang lebih panjang dari masyarakat negara lain. Bagi mereka, belajar dan bekerja keras sudah menjadi semacam kebutuhan. Walaupun secara tidak sadar, ini memang warisan budaya mereka.

Di buku Outliers, pada bab 8 diceritakan bagaimana orang Cina bisa menjadi orang-orang yang lebih unggul dari orang-orang bangsa lain. Pada jaman dahulu, masyarakat Cina adalah petani padi yang rajin. Selama musim dingin, ketika petani Eropa berhibernasi, petani Cina menyibukkan diri dengan membuat barang-barang yang bisa dijual di pasar, memperbaiki pematang, membuat tahu, atau berburu ular. Masyarakat Cina jaman dulu bekerja tiga ribu jam pertahun.

Dengan jam kerja sebanyak itu, orang Cina merumuskan sebuah pepatah: di musim dingin, orang malas akan mati kedinginan. Musim dingin di sini, aku mengartikannya secara luas. Bisa jadi, maksudnya musim dingin adalah masa susah.

Dan pepatah yang paling hebat menurutku: tidak ada seorang pun yang bangun sebelum fajar selama 360 hari dalam setahun yang tidak mampu membuat keluarganya kaya raya.

Pepatah ini mengingatkanku pada kewajiban solat Subuh yang setiap hari aku lakukan. Sayangnya, aku lebih sering tidur atau main ponsel selepas solat subuh. Seharusnya aku melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat.

Kembali ke buku Kurma di Ladang Salju, dalam bab berjudul "Jumlah Huruf Han Zi dan Kecerdasan Bangsa China", Dhoni menjelaskan bahwa huruf Han Zi yang digunakan oleh masyarakat Cina ada 6.000 sampai 80.000 karakter. Bayangkan betapa kerasnya usaha masyarakat China untuk bisa terbebas dari buta huruf.

Ada dua hal yang dipelajari Dhoni dari huruf China ini. Pertama, orang China memang sudah terbiasa menyelesaikan pekerjaan yang rumit. Yang kedua, masyarakat China berkesimpulan bahwa dalam hidup kita memang harus bekerja keras. Ya bagaimana tidak, menghafal huruf saja sudah ribuan. Bagaimana mereka merangkai kalimat? Membuat sebuah karangan? Bandingkan saja dengan orang Indonesia yang 'hanya' perlu menghafal 26 huruf untuk bisa dibilang bebas dari buta huruf.

Aku kemudian jadi berpikir. Kata orang, tanah Indonesia itu tanah surga. Tongkat, batu, dan kayu bisa menjadi tanaman. Di dalam tanah, segala macam hasil tambang ada. Di laut, ikan berlimpah ruah. Kail dan jala juga cukup untuk hidup. Karena segala kemudahan itu, orang Indonesia jadi tidak bekerja sekeras orang-orang China.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline