Hari Minggu lalu (tanggal 8 September 2019), aku dan suamiku ke bioskop untuk menonton film Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot. Aku, terus terang, menikmati sekali film tersebut sehingga semuanya terlihat sempurna di mataku kecuali endingnya yang membuat penasaran. Sebel nggak sih, kalau nonton film digantung gitu?
Koreografi adegan berantem-berantemnya luar biasa, cinematografinya mengagumkan, musik latarnya mendukung banget, dan yang pasti ceritanya keren. Joko Anwar, sebagai sutradara dan penulis skenario, menyelipkan hal-hal yang berusaha untuk dipungkiri tapi nyata ada di Indonesia. Misalnya anggota DPR yang gampang 'dibeli', sistem kerja pabrik yang buruk, masyarakat yang mudah dibuat panik, dan sifat egois.
Kemarin, secara tidak sengaja, aku melihat ulasan singkat dari Kemal Palevi (seorang yang aku kenal sebagai stand up comedian) tentang film ini. Menurutnya, film Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot terlalu berat untuk anak-anak usia 13 tahunan (rating film ini adalah 13+, anyway) karena ceritanya yang terlalu berat.
Emh.... aku punya pendapat yang berbeda tentang hal ini. Film Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot, malah dapat dijadikan pengantar untuk memperkenalkan dunia pada remaja. Aku pernah menyinggung tentang memperkenalkan emosi negatif pada anak-anak melalui cerita dalam buku di sini. Tidak setiap saat kehidupan anak-anak itu isinya bergembira ria.
Anak-anak yang ditampilkan di film ini adalah anak-anak yang memiliki trauma, pengalaman kehilangan, serta nasib yang tragis. Sancaka kecil (tokoh utama yang ketika dewasa menjadi Gundala) hidup sebatang kara. Ayahnya adalah aktivis buruh yang ditikam saat bentrok dengan aparat sedangkan ibunya pergi ke luar kota dan tidak pernah kembali. Dia kemudian meninggalkan rumahnya dan hidup di jalanan.
Masa kecil Pengkor (tokoh antagonis) juga memprihatinkan. Dia memang berasal dari keluarga kaya namun kemudian rumahnya dibakar dan orangtuanya dibunuh karena fitnah. Pengkor kemudian dititipkan di panti asuhan yang terkenal kejam oleh keluarga yang ingin menguasai harta orangtua Pengkor.
Hal-hal semacam itulah yang kemudian membangun karakter masing-masing tokoh yang ada di Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot. Ini kemudian yang memberi pelajaran pada remaja bahwa kejahatan itu ada latar belakang masalahnya. Orang tidak mendadak menjadi jahat. Semua ada sebabnya.
Dunia isinya bukan sekadar belajar, jatuh cinta, ulangan, dan orang tua yang bawel. Ada anak-anak yang tidak seberuntung itu. Mereka menjalani hari ke hari dengan penuh perjuangan. Dari situasi ini, bila para remaja ini menyimak betul apa yang disampaikan melalui film ini, niscaya mereka tidak akan dengan mudah merisak teman-temannya hanya karena berbeda kondisi dengan mereka.
Dari film Gundala: Negeri Ini Butuh Patriot, remaja juga bisa belajar tentang kebijaksanaan. Bagaimana kita harus melihat suatu masalah dengan jernih dan lebih luas lagi. Kita tidak boleh gegabah dalam menghadapi suatu persoalan. Bisa jadi, sebuah persoalan hanyalah pemantik atau pengalih isu dari persoalan yang lebih gawat.
Remaja, juga belajar tentang hidup bernegara. Ada wakil rakyat yang memang benar-benar tulus memperjuangkan hak rakyat. Ada juga orang-orang yang katanya mewakili rakyat namun ternyata dia punya misinya sendiri.
Yang paling ringan, remaja diajari bahwa menyogok dan menyela antrian itu bukan hal yang baik.