Lihat ke Halaman Asli

Meita Eryanti

TERVERIFIKASI

Penjual buku di IG @bukumee

Sasangkala Sangkuriang

Diperbarui: 1 Agustus 2019   20:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buku "Wisata Bumi Cekungan Bandung" (dokumentasi pribadi)

Semua orang tentu tahu Gunung Tangkuban Perahu dan sasakala di balik terbentuknya gunung itu. Namun adakah yang tahu cerita tentang Gunung Burangrang, Gunung Bukuttunggul, atau Gunung Putri? Atau adalah yang tahu mengapa nama bukit-bukit di daerah Citatah, Kabupaten Bandung Barat memiliki nama-namanya sekarang?

Menurut cerita sesepuh dari Kampung Rancamoyan, Desa Gunungmasigit, Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung Barat (seperti yang dituliskan dalam buku berjudul 'Wisata Bumi Cekungan Bandung' yang ditulis oleh Budi Brahmantyo dan T. Bachtiar), cerita tentang Sangkuriang tidak hanya membekas menjadi nama Gunung Tangkuban perahu. Namun cerita itu juga menjelaskan terjadinya beberapa daerah di Kabupaten Bandung Barat.

Cerita tentang Sangkuriang mengisahkan tentang seseorang bernama Sangkuriang yang ingin menikahi Dayang Sumbi, yang ternyata adalah ibunya sendiri. Dayang Sumbi, yang tidak menghendaki pernikahan tersebut namun tak kuasa menolak keinginan anaknya itu, kemudian mensyaratkan sesuatu yang sepertinya mustahil: membuat danau dan perahu dalam satu malam. Sangkuriang menyanggupinya karena dia memang memiliki kesaktian yang tinggi.

Pertama, Sangkuriang menebang pohon Lametang raksasa dan pohon itu roboh ke barat.Tunggulnya membentuk Bukittunggul yang berlokasi di daerah Lembang, Kabupaten Bandung Barat dan rangrangannya menjadi Gunung Burangrang yang terletak di Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung Barat. Batang pohonnya digunakan Sangkuriang untuk membuat perahu. Setelah pohon ditebang, Sangkuriang membendung sungai untuk membuat danau. Air yang dibendung tersebut pun ngamprah di daerah yang sekarang juga bernama Ngamprah di Kabupaten Bandung Barat.

Dengan kesaktiannya, Sangkuriang hampir berhasil membuat danau lengkap dengan perahunya tapi digagalkan oleh muslihat Dayang Sumbi yang membuat seolah-olah fajar telah menyingsing. Sangkuriang yang marah besar karena gagal memenuhi syarat dari Dayang Sumbi kemudian menendang perahu yang dibuatnya hingga terbalik dan menjadi Gunung Tangkuban Perahu. Sangkuriang, yang sudah menyiapkan tetek-bengek resepsi pernikahannya seperti makanan, perhiasan, tetabuhan, dan lain sebagainya, merasa kecewa dan mengobrak-abrik semuanya. 

Sangkuriang mengobrak-abrik dapur yang berlokasi di Pasir Pawon, menendang lumbung hinggal terbentuk Pasir Leuit, melempar tempat beras hingga muncul Pasir Pabeasan, menendang tungku hingga terbentuk Gunung Hawu, dan melempar wajan yang jatuh terbalik sehingga membentuk Pasir Kancahnangkub. Bukit-bukit itu berada di posisi yang berjauhan, tentu saja, karena berserakan setelah ditendang dan dilempar oleh Sangkuriang tanpa pola.

Selain itu, Sangkuriang juga menendang alat tetabuhan hingga terbentuk Gua Ketuk dan Pasir Bende. Sangkuriang juga melempar perhiasan yang akan dihadiahkan pada Dayang Sumbi hingga barang tersebut membentuk Pasir Manik. Lalu makanan yang diburai oleh Sangkuriang menjadi Ci Bukur (dalam bahasa Sunda bukur berarti sisa makanan).

Setelah itu, Sangkuriang mengejar Dayang Sumbi. Dalam pengejaran itu, di sebuah tempat Sangkuriang terpaksa meloncat-loncat. Dan tempat itu kemudian mengalir sungai yang dinamai Ci Luncat. Dan tempat Sangkuriang beristirahat dalam pengejaran itu disebut Rancamoyan (rawa tempat berjemur). Seluruh kejadian itu dicatat sebagai bencana yang diekspresikan pada satu bukit kapur bernama Pasir Bancana.

Dayang Sumbi berlari dan bersembunyi untuk menghindar dari kemarahan Sangkuriang. Dia bersembunyi di bukit kecil dan menghilang entah kemana. Di bukit itu kemudian tumbuh berbagai bunga yang mewangi sehingga bukit itu dinamakan Gunung Puteri yang juga berada di Lembang Kabupaten Bandung Barat.

Cerita ini diceritakan turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya oleh orang-orang Sunda. Kapan cerita ini bermula? Entahlah, yang pasti dalam catatan perjalanan milik Bujangga Manik, cerita ini sudah tertulis. Bujangga Manik menuliskan, "Leumpang aing ka baratkeun, datang ka Bukit Patenggeng. Sasakala Sangkuriang, masa dek nyitu Citarum, burung tembey kasiangan..."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline