Lihat ke Halaman Asli

Meita Eryanti

TERVERIFIKASI

Penjual buku di IG @bukumee

Solat Ied di Perantauan

Diperbarui: 15 Juni 2018   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

www.republika.co.id

Di rumah Bapak di Jogja, kami biasanya solat idulfitri di musola kecil yang terletak di tengah dusun kami. Semua orang dusun juga solat di sana. Dusun kami tidak banyak penghuninya. Saat aku menikah tahun lalu, ada 70 kk di sana. Musola kecil kami terdiri dari 2 bangunan yang berjajar. Yang di depan adalah bangunan baru. 

Bangunan ini memang di peruntukkan solat sehari-harinya. Yang belakang adalah bangunan lama yang biasanya, digunakan untuk pengajian dan perkumpulan warga. Saat solat idulfitri, jamaah laki-laki solat di bangunan baru dan jamaah putri solat di bangunan lama. Rangkaian acara solat idulfitri berjalan tertib dan sederhana.

Yang kemudian menjadi menarik, jamaah laki-laki lebih necis daripada jamaah putri. Jamaah laki-laki di musola kami mengenakan sarung atau celana panjang yang warnanya masih bagus, baju koko atau kemeja yang tersetrika rapi, dan peci atau kopiah. Jamaah putri, dari rumah hanya mengenakan mukena. Baju di balik mukena itu bisa apa saja. Ada yang mengenakan gamis, atasan baju panjang, bahkan ada yang mengenakan kaos. Jamaah putri jarang yang mengenakan dandanan. Bahkan, ibu ketua PKK bisa mencari rumput untuk sapi selepas solat idulfitri. Tanpa pulang ke rumah.

Kami berangkat ke musola dengan berjalan kaki. Beberapa orang yang tinggal di ujung dusun mengendarai motor. Hanya satu dua orang. Terasa sekali suasana kampungnya deh, di dusun itu. Namun memang itu yang membuat akrab para jamaahnya. Setelah solat, tidak ada yang terlewat untuk bersalaman. Semua orang kebagian.

Sejak keluar merantau, aku beberapa kali tidak pulang saat lebaran. Aku solat idulfitri di masjid yang cukup besar. Jelas jamaahnya bukan hanya dari kampung di sekeliling masjid. Dari mana-mana. Panitia harus menyiapkan tempat parkir karena sebagian besar jamaah datang menggunakan kendaraan bermotor.

Jamaah pun merupakan individu yang bermacam-macam. Masih belum mudah menertibkan orang-orang dalam jumlah yang banyak. Aku bahkan pernah melihatnya. Panitia menyediakan tempat untuk jamaah laki-laki di dalam masjid dan jamaah putri di halaman masjid dengan alas terpal. Namun, oleh sekelompok ibu-ibu (dengan alasan kalau di halaman masjid tempatnya panas) batas itu dimajukan sehingga kelompok ibu-ibu itu menempati serambi masjid yang seharusnya masih merupakan tempat untuk jamaah laki-laki. Akhirnya, di serambu masjid, ibu-ibu itu solatnya sebaris dengan jamaah laki-laki.

Di tempat yang lain lagi, aku melihat jamaah putrinya berdandan seperti akan datang ke kondangan. Mereka mengenakan make up tebal, baju yang mencolok, dan sepatu cantik. Aku tertegun melihatnya. Merasa sayang kalau mukena yang mereka gunakan untuk solat terkotori oleh pulasan bibir dan pulasan pipi. Belum lagi merasa gemas saat mereka sibuk mengamankan alas kaki mereka yang cantik.

Setelah solat, halaman masjid menjadi tempat fashion show gamis dan busana muslim keluaran terbaru.Jamaah putri bersalaman sambil memuji baju yang dikenakan lawan bicaranya dan bertanya, "beli dimana bajunya? cakep banget."

Sedangkan aku yang gak kenal siapa-siapa, melangkah keluar dari kerumunan seorang diri. Memang semestinya, solat idulfitri itu memang di kampung halaman.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline