"Mbak, saya bulan puasa kok gula darahnya malah naik ya?" tanya ibu-ibu paruh baya.
"Ibu makan apa saja?" tanyaku.
"Ya biasa, kayak orang-orang," katanya. "Sahur makan nasi sama lauk seperti biasa. Nanti kalau buka makan gorengan, kolak, trus makan nasi. Tapi sedikit-sedikit kok, Mbak. Bener deh ..."
"Memang gula darah Ibu berapa?" tanyaku.
"Empat ratus lebih," jawabnya. "Padahal sebelum puasa terkontrol 200-an, lho gula darah saya."
Aku menggaruk telingaku. Sebenarnya aku curiga dengan kata "sedikit"nya. Jangan-jangan sedikitnya itu segelas. Kurmanya juga sedikit itu lima biji. Tapi aku tidak boleh berprasangka buruk. Bukankah kita harus adil sejak dalam pikiran?
"Ibu masih rutin minum obat gulanya?" tanyaku.
"Masih," jawabnya. "Kalo hari biasa metformin diminum 3 kali sehari sama glimepirid sehari sekali. Tapi sekarang puasa. Jadi saya minum metformin pas buka aja. Katanya kalo minum obat gula pas sahur bisa bikin lemes. Nanti saya gak kuat puasa ..."
Aku mengerutkan dahi. Oke, jadi aku tahu masalahnya sekarang.
***
Menurut International Diabetes Federation dalam Diabetes and Ramadan: Practical Guideline yang dirilis tahun 2016, disebutkan bahwa penderita diabetes yang ingin ikut menjalankan ibadah puasa harus mendapat menjalani pemeriksaan dan mendapat edukasi terlebih dahulu.