Beberapa waktu lalu, aku sempat menulis tentang rendah hati dalam menerima pengetahuan. Kali ini, aku ingin menceritakan tentang berendah hati dalam memberi pengetahuan.
"Teh, liat deh," kata tunanganku sambil menyodorkan ponselnya yang berisi percakapan dengan seseorang padaku saat kami sedang mengurus souvenir pernikahan kami. "Dia minta testimonial bukunya tapi pas aku minta baca bukunya dulu sama dia gak dikasih. Dia cuma ngasih kata-kata ini doank?"
"Lah?" komentarku. "Aneh banget..."
"Gimana donk? Aku gak ngerti lagi ini apaan..." katanya lagi. "Gimana ceritanya aku ngasih testimoni tapi aku gak tau isi bukunya?"
"Ya ngarang..." jawabku. "Udah sih pusing-pusing amat. Kalo dia gak ngasih liat bukunya ya udah kamu jangan mau kasih testimoni."
"Iya juga sih," katanya. "Tapi kenapa ya dia gak mau kasih liat isi bukunya?"
"Takut nanti kamu sebar-sebarin kali," jawabku asal. "Trus ntar jadi gak ada yang beli buku dia deh soalnya orang-orang udah baca buku dia dari draft yang kamu sebar."
"Ya Allah, masak segitunya?" tanyanya.
"Ya gak tau..." jawabku. "Itu mah kemungkinan doank, alasan sebenarnya ya kamu tanya temenmu itu."
Kami lalu melupakan masalah buku itu dan fokus pada souvenir yang sedang kami kerjakan.
Beberapa hari kemudian, aku membaca komik strip di laman facebook seorang komikus. Dalam komik strip itu ceritanya dia sedang mengobrol dengan istrinya tentang komik terbarunya.