Lihat ke Halaman Asli

Meita Eryanti

TERVERIFIKASI

Penjual buku di IG @bukumee

Membangun Karakter Remaja Melalui TBM

Diperbarui: 25 Juli 2016   10:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi. Dika yang memakai baju putih lengan biru

Hari itu, di hari anak nasional, timeline di FBku penuh dengan pemberitaan mengenai Karin Novilda. Dia adalah seorang selebgram yang katanya menangis selama 23 menit di Vlognya karena diputusin pacarnya padahal di foto-foto instagramnya mereka sepertinya berpacaran sudah intim sekali. Yang disorot banyak orang lagi adalah gaya hidupnya dia yang hedon, mulutnya yang suka mengeluarkan kata-kata kasar, dan gaya berpakaiannya yang terbuka, serta tato permanen yang melekat di kulitnya. Aku tidak akan membahas dia karena sudah banyak orang membicarakannya.

Aku ingin membicarakan remaja lain yang kutemui pada sore harinya. Yaitu Dika, seorang remaja berusia 15 atau 16 tahun yang baru masuk jenjang sekolah menengah yang didapuk oleh Pak Wildan, perintis TBM Pengelolaan lingkungan Cibungur, menjadi pengurus di TBM tersebut.

Saat kami mengobrol, Dika menceritakan tentang masa pengenalan sekolahnya yang semi militer di sebuah SMK di Cimahi. Di awal dia bercerita betapa galaknya kakak tingkatnya. Dia bercerita sampai matanya berkaca-kaca dan nafasnya tersengal.

“Tapi sebenernya, itu tuh mereka ngelatih kita supaya jadi pribadi yang tegas. Supaya kita paham tujuan sekolah itu apa. Da kita juga gak disuruh yang aneh-aneh sih.” Kata Dika yang berfikiran positif pada masa pengenalan sekolah yang masih kejam padahal di sekolah lain pengenalan sekolah diisi dengan kegiatan yang menggembirakan.

Namun, di bagian akhir Dika bercerita betapa bangganya dia ketika mendapat lencana tanda secara resmi diangkat sebagai murid sekolah tersebut.

Di antara hingar bingar pergaulan dan kelakuan remaja yang memprihatinkan, sosok Dika ini menjadi anomali. Dia buatku, sosok remaja yang ceria dan lucu tapi tidak aneh-aneh. Bahkan tidak seperti gaya anak remaja yang metropolis, Dika adalah remaja Sunda yang bersahaja. Sebagai pengurus TBM yang menjadikannya sosok kakak diantara teman-teman yang lain, buatku Dika menjadi sosok kakak yang berhasil. Mungkin dia belajar dari Pak Wildan bagaimana membimbing teman-temannya yang lebih muda.

Suatu hari Minggu, Dika mengumpulkan anak-anak SD yang tinggal di sekitar TBM Pengelolaan Lingkungan Cibungur, membuatkan mereka buku kecil ukuran setengah HVS berisi 20 lembar, dan membagikannya untuk diisi.

“Ih, banyak banget halamannya? Selesai gitu nulis buku ini seminggu?” kata seorang anak sambil membalik-balik halaman buku kosong yang dibagikan oleh Dika.

“Bisa atuh,” kata Dika. “Kalo pulang sekolah daripada nonton TV kalian kerjain karangannya.”

“Tapi aku pulang sekolah tidur.” Kata anak yang lain.

“Ya bangun tidur siang bukunya diisi,” Jawab Dika. “Pokoknya itu buku diisi trus minggu depan dibalikin sini.”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline