Pagi-pagi, aku membaca post menarik dari seorang mamah muda mengenai paracetamol di facebook. Panjang sekali postnya. Tetapi pada intinya, dia berkata bahwa paracetamol itu berbahaya dan demam adalah sahabat anak yang baik. Dengan demam, imunitas tubuh anak jadi lebih tinggi. Dia bahkan berkata bahwa ketika anaknya panas hingga 40 C, dia tetap tidak memberikan paracetamol pada anaknya dan besoknya anaknya baik-baik saja dan tidak terjadi kejang. Dia berkata bahwa tidak ada hubungannya kejang dengan paracetamol karena kejang adalah bawaan atau karena infeksi. Paracetamol adalah racun yang dapat merusak hati.
Aku lantas berkata dalam hati, dia ceramah panjang gitu, pernah dengar yang namanya kejang demam belum ya?
Menurut Consensus statement on febrile seizures, kejang demam adalah suatu kejadian kejang pada anak ketika dia demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intracranial atau penyebab tertentu lainnya. Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron tersebut.
Demam dapat menimbulkan kejang melalui mekanisme berikut, demam dapat menurunkan nilsi ambang kejang pada sel sel yang belum matang, timbul dehidrasi sehingga terjadi gangguan elektrolit yang menyebabkan gangguan permiabilitas membrane sel, metabolism basal meningkat sehingga terjadi timbunan asam laktat dan CO2 yang merusak neuron, dan demam meningkatkan cereberal blood flow serta meningkatkan kebutuhan oksigen dan glukosa sehingga menyebabkan gangguan pengaliran ion keluar masuk sel.
Tiap anak, memiliki ambang kejang yang berbeda. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang terjadi pada suhu 38 C sedangkan pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Beruntunglah mamah muda itu karena ambang kejang anaknya tinggi. Aku hanya berandai andai, bagaimana jika ambang kejang demam anak mamah muda itu rendah? Pada angka 38 C mungkin? Aku lantas menepis pikiran itu. Itu adalah andai-andai yang jahat.
Demam sendiri memang sebenarnya adalah pertanda bahwa ada sesuatu yang terjadi dalam tubuh. Kemungkinan besar ada terjadi serangan dari mikroorganisme dalam tubuh. Sehingga, pemberian penurun panas memang sebaiknya tidak diberikan segera. Tetapi bukan tidak boleh. Sebab bila demam yang berlebihan dan terus terusan, bisa jadi si anak malah mengalami kerusakan sel-sel tubuh yang lain.
Ya, memang betul paracetamol memiliki efek samping berupa kerusakan pada hati. Namun seperti kata Paracelsus, “all things are poisons, for there is nothing without poisonous qualities. It is only the dose which makes a thing poison.” Intinya, semua hal itu beracun. Hanya kadarnya saja yang membuat dia menjadi beracun atau tidak. Minum paracetamol asalkan sesuai dengan indikasi dan dosisnya tentu tidak masalah. Yang jadi masalah adalah, bila ada anak dengan berat badan 10 kg kemudian kita beri paracetamol sebanyak 60 ml atau sebotol. Tentu saja itu menjadi racun buat si anak. Bukankah makan nasi terlalu banyak juga bisa menjadi racun?
Aku memang pernah bilang pada seorang teman, aku tidak akan mudah memberikan obat-obat tanpa diagnose yang jelas saat aku punya anak nanti. Tetapi bila anakku sudah demam sampai 39 C dan dia sudah merasa sangat tidak nyaman, aku tentu tidak akan membiarkannya saja. Dalam memberikan obat, kami mengenal istilah pertimbangan manfaat dan kerugian. Aku yakin, dalam menulis resep, dokter pasti sudah mempertimbangkan manfaat dan kerugian bila pasien tersebut meminum obat. Karena toh tidak mungkin dokter memberikan paracetamol pada anak yang sedang menderita hepatitis misalnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H