Sejak di rumah sakit, aku benci hari senin. Hari senin itu hari sibuk nasional. Pasien banyak, kerjaan meja banyak, harus ngerangkum penggunaan antibiotika di ruangan, sibuk banget lah pokoknya. Sampai pernah suatu hari, setelah visit pasien di ruangan, aku malas untuk kembali ke ruang farmasi.
“Dokter saya ikut mainan ponsel disini yah?” tanyaku pada dokter jaga ruangan anak tempat aku visit.
“Gak boleh, bayar!” katanya.
“Ish, jangan gitu Dok, di bawah tuh pasien banyak banget. Saya gak bisa duduk-duduk di bawah mah. Mesti bantuin.” Kataku.
“Ah kan kamu dibayar ini. Gak apa dong pasiennya banyak.” Kata dokternya. “Makanya, kalo mau kerja tuh mandi.”
Aku hanya menatap si dokter sebentar lalu menggelengkan kepala dan sibuk dengan ponselku.
“Si doraemon ni, plis deh masak iya gue sampe sini gak pake mandi?” kataku dalam hati.
Aku awalnya gak begitu jelas korelasi antara mandi dengan pasien banyak. Tetapi aku kemudian memperhatikan bahwa maksud dokter ini adalah mandi berkorelasi dengan takdir buruk. Bukan melulu pasien banyak. Sebab pernah suatu kali aku kena sial harus bertemu dengan dokter spesialis penyakit dalam yang sedang marah karena masalah pembatasan obat oleh asuransi dan aku harus menerima sampah dari dokter penyakit dalam ini. Saat itu, dokter yang kusebut doraemon ini meledekku
“udah gue bilang, kalau mau kerja tuh mandi.” Katanya. “Disemprot orang kan Lu?”
***
Ide dokter yang menggunakan mandi sebagai sarana tolak bala terbawa sampai ketika aku bekerja di klinik.