Lihat ke Halaman Asli

Meisya Zahida

Perempuan penunggu hujan

Kataku Pada Mei

Diperbarui: 4 Mei 2020   23:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Mei, aku dan dirimu kata-kata terdahulu
Selalu kembali pada pijakan yang sama
Tapi kaki kita yang rapuh
Memilih sebagai pengelana, menunggu wangsit tiba

Mei, malam masih muram
Namun tak mampu menakar sepi yang diperdebatkan
Kita sibuk menelannya dalam-dalam
Tak peduli siapa yang tersedak bahkan pura-pura nyaman

Kalau saja permintaan bukan keengganan
Aku ingin menampung curah hujan sebagai percakapan
Akan kau dengar suara-suara yang belum rampung kujelaskan
Lalu tidurmu akan terjaga karena ada aku di sana

Belum cukupkah kutahan irama gulana
Yang berkesiur di telinga
Setelah kisaran angka-angka kembali ke titik nol
Hanya kekosongan yang kudapati, Mei
Sebab kepergian kau pilih sebagai titah abadi

Di sini, aku hanya bisa menulis puisi
Seperti kesanggupan yang tak kau sadari
Tapi demi waktu, aku memuliakannya
Melebihi nyeri yang tak ingin kuobati

Madura, 04052020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline