Lihat ke Halaman Asli

Mei Rina Dewi

Mahasiswa

Filosofi Pendidikan: Relevansi Perjalanan Pendidikan Nasional

Diperbarui: 5 Januari 2024   15:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: Pinterest

Terinspirasi dari guru mata pelajaran Sejarah Indonesia saat SMA, membuat saya tertarik untuk mengambil keputusan menjadi seorang guru yang profesional. Menjadi seorang guru tidak hanya sebatas memberikan pengajaran atau mentransfer ilmu yang dimiliki kepada peserta didik. Peran guru lebih dari itu, guru harus mampu mendidik peserta didik yang merupakan generasi penerus bangsa. Meskipun perkembangan teknologi di bidang Pendidikan terus berkembang, namun peran seorang guru tidak bisa digantikan dengan teknologi karena guru adalah manusia yang mengemban tugas sebagai pengajar, memberikan arahan, mengkonfirmasikan kebenaran dan memberikan evaluasi untuk peserta didik.

Ki Hadjar Dewantara merupakan salah satu tokoh pendidikan nasional yang paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Beliau dikenal sebagai pelopor pendidikan nasional yang berjiwa nasionalisme dan demokratis. Gerakan transformasi pendidikan yang dipelopori oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan pendidikan di Indonesia, baik sebelum maupun sesudah kemerdekaan. Pada masa sebelum kemerdekaan, pendidikan di Indonesia masih didominasi oleh pendidikan kolonialisme yang bersifat diskriminatif dan tidak demokratis. Pendidikan hanya diperuntukkan bagi kaum elit dan anak-anak Belanda, sedangkan anak-anak pribumi hanya mendapatkan pendidikan yang sangat terbatas. Ki Hadjar Dewantara melihat bahwa pendidikan kolonialisme tidak dapat menghasilkan manusia Indonesia yang merdeka dan mandiri. Pendidikan era kolonial hanya mengajarkan nilai-nilai Barat, seperti intelektualis, materialis, dan kolonialis yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa. Sehingga perlu disisipkan nilai kebudayaan dan nasionalisme dalam pembelajaran pribumi.

Pada tahun 1922, lahirlah Taman Siswa yang memiliki rancangan pembelajaran yang menunjukkan sifat kultur nasional. Taman Siswa merupakan sekolah yang berorientasi pada pendidikan nasional yang berjiwa nasionalisme dan demokratis. Pendidikan di Taman Siswa menekankan pada pengembangan karakter dan kepribadian anak, serta kecerdasan intelektual dan emosional. Untuk menggambarkan peran guru dalam pendidikan, maka Ki Hajar Dewantara menggunakan "sistem among" sebagai perwujudan menempatkan anak-anak sebagai sentral dalam proses pendidikan. Dalam sistem ini maka setiap pamong adalah pemimpin yang diwajibkan bersikap "ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tutwuri handayani". Artinya, guru sebagai pendidik hendaknya mampu menjadi contoh yang baik, pendidik juga harus mampu menumbuhkembangkan minat dan kemauan anak untuk berkembang dan berkarya, serta pendidik mengikuti dari belakang atau memberikan kebebasan, kesempatan dan bimbingan agar anak dapat berkembang sesuai dengan inisiatifnya sendiri. Gerakan transformasi pendidikan yang dipelopori oleh Ki Hadjar Dewantara memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan. Gerakan tersebut berhasil membuka akses pendidikan bagi anak-anak pribumi, serta membangkitkan semangat nasionalisme dan demokratis di kalangan masyarakat Indonesia.

Setelah kemerdekaan, Ki Hadjar Dewantara menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan (PPK) pada tahun 1945-1949. Pada masa jabatannya, beliau melanjutkan perjuangannya untuk mewujudkan pendidikan nasional yang berjiwa nasionalisme dan demokratis. Ki Hadjar Dewantara berhasil menyusun Undang-Undang Dasar Pendidikan dan Pengajaran (UUD PP) tahun 1945 yang menjadi dasar hukum pendidikan di Indonesia. UUD PP tersebut mengamanatkan bahwa pendidikan nasional harus bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, dan mandiri. Ki Hadjar Dewantara juga berhasil mengembangkan sistem pendidikan nasional yang lebih demokratis dan merata.

Setelah saya mempelajari topik 1 pada mata kuliah Filosofi Pendidikan, saya memperoleh banyak pengetahuan baru dan terdapat beberapa perubahan yang saya rasakan, sebagai berikut:

  • Saya dapat mengetahui sejarah perjalanan Sistem Pendidikan Nasional dari masa sebelum kemerdekaan hingga setelah kemerdekaan bahkan pendidikan saat ini.
  • Saya dapat mengetahui beberapa pemikiran yang dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara dalam kaitannya dengan Filosofi Pendidikan yang selanjutnya diadaptasi dan diimplementasikan pada pendidikan saat ini seperti "Sistem Among", Fatwa Pendidikan: 1) Tetep, Antep, Mantep; 2) Ngandel, Kandel, Kendel, Bandel; dan 3) Neng, Ning, Nung, Nang.
  • Seperti yang disebutkan oleh Ki Hajar Dewantara dalam asas sistem among yaitu Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Saya menjadi tahu bahwa guru sejatinya bukan sekedar mengajar, namun harus menjadi teladan, membangun cita-cita, dan memberi dukungan kepada peserta didik.
  • Ketika nanti saya menjadi guru, maka saya akan menerapkan prinsip kemerdekaan belajar atau merdeka belajar dengan cara memberikan kebebasan kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan minat dan potensi yang ada di dalam dirinya.
  • Sebagai guru saya juga harus turut terlibat dalam menumbuhkan karakter peserta didik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline