Sanksi disiplin adalah salah satu alat yang digunakan dalam sistem peradilan pidana untuk menjaga disiplin dan tata tertib di dalam lingkungan penjara. Bagi narapidana di Indonesia, pelaksanaan sanksi disiplin merupakan bagian penting dalam menjalani masa hukuman mereka. Artikel ini akan membahas secara lebih rinci mengenai pelaksanaan sanksi disiplin untuk narapidana di Indonesia.
Di Indonesia, pelaksanaan sanksi disiplin untuk narapidana diatur dalam berbagai peraturan, termasuk Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Tujuan utama dari sanksi disiplin adalah memastikan keamanan dan ketertiban di dalam lembaga pemasyarakatan, serta mempromosikan perubahan perilaku narapidana menuju pemulihan dan reintegrasi sosial.
Sanksi disiplin untuk narapidana dapat berupa berbagai bentuk, seperti pengurangan hak-hak tertentu, isolasi selama jangka waktu tertentu, atau tindakan pembatasan lainnya yang ditetapkan oleh petugas lapas. Sanksi ini diterapkan sebagai konsekuensi dari pelanggaran aturan yang ditetapkan di dalam lembaga pemasyarakatan. Salah satu contoh sanksi disiplin yang sering diterapkan adalah pengurangan remisi.
Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada narapidana sebagai bentuk penghargaan atas perilaku yang baik dan partisipasi dalam kegiatan rehabilitasi. Namun, jika narapidana melanggar aturan selama masa hukuman mereka, remisi dapat dikurangi atau bahkan dibatalkan sebagai sanksi disiplin.
Selain itu, narapidana juga dapat dikenai sanksi berupa isolasi atau tindakan pembatasan lainnya. Isolasi dilakukan dengan memindahkan narapidana ke sel khusus atau blok isolasi untuk jangka waktu tertentu. Tindakan pembatasan lainnya dapat mencakup pembatasan kunjungan, pengurangan hak-hak tertentu, atau pengurangan fasilitas yang tersedia bagi narapidana. Namun, penting untuk memastikan bahwa pelaksanaan sanksi disiplin dilakukan secara proporsional dan sesuai dengan prinsip-prinsip hak asasi manusia. Narapidana tetap memiliki hak-hak dasar yang dilindungi, seperti hak untuk tidak disiksa, hak atas perlakuan yang manusiawi, dan hak atas keadilan prosedural. Penting juga untuk memberikan kesempatan kepada narapidana untuk memperbaiki perilaku mereka melalui program rehabilitasi dan reintegrasi sosial.
Pelaksanaan sanksi disiplin seharusnya tidak hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada pencegahan pelanggaran di masa mendatang dan persiapan narapidana untuk kembali ke masyarakat. Sistem peradilan pidana di Indonesia memberikan sanksi hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh narapidana. Selain sanksi pidana, narapidana juga dapat dikenakan sanksi disiplin sebagai bentuk sanksi administratif. Sanksi disiplin diberikan untuk memperbaiki dan mendidik narapidana agar patuh terhadap aturan dan tata tertib yang berlaku di lembaga pemasyarakatan.
Pelaksanaan sanksi disiplin terhadap narapidana di Indonesia diatur oleh beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain:
1. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013 tentang Tata Tertib Lembaga Pemasyarakatan.
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah di Lingkungan Lembaga Pemasyarakatan.
Dalam aturan Nelson Mandela nomer 39 ayat 3, menyatakan bahwa sebelum menerapkan sanksi disipliner, administrasi lapas harus mempertimbangkan apakah dan bagaimana penyakit mental atau kecacatan perkembangan seorang narapidana dapat memicu tindakan mereka dan dilakukannya pelanggaran atau tindakan yang mendasari tuduhan disipliner. Administrasi lapas tidak akan memberikan sanksi pada setiap perilaku tahanan yang dianggap sebagai akibat langsung dari penyakit mental atau kecacatan intelektualnya. Jika ditemukan hubungan langsung antara perilaku dan 'penyakit mental atau kecacatan psikososial' narapidana, maka tidak ada sanksi yang dapat dijatuhkan.
Peraturan ini berusaha untuk menjelaskan keterbatasan yang mungkin dimiliki penyandang disabilitas dalam mengatur secara independen perilaku mereka dalam kaitannya dengan mematuhi norma. Para peserta merekomendasikan bahwa setiap kecurigaan bahwa masalah kesehatan mental mungkin telah berkontribusi pada pelanggaran harus memicu proses yang melibatkan konsultasi dengan staf terkait, seperti psikolog dan staf medis. Ketika praktisi medis eksternaldiajak berkonsultasi tentang status kesehatan mental narapidana atau cacat intelektual atau psikososial sehubungan dengan pelanggaran disipliner, alasan konsultasi dan peran mereka dalam proses itu harus dijelaskan kepada mereka. Pesertamenekankan bahwa penilaian semacam itu harus bersifat interdisipliner dan harus mempertimbangkan kondisi psiko-sosial narapidana.
Pelaksanaan sanksi disiplin terhadap narapidana dilakukan oleh petugas lembaga pemasyarakatan yang bertanggung jawab atas pengawasan dan pemasyarakatan narapidana. Sanksi disiplin dapat berupa :
1. Teguran lisan atau tertulis.
2. Pemindahan kelas atau blok.
3. Pengurangan hak-hak tertentu, seperti hak makanan tambahan, hak kunjungan, dan hak memperoleh barang tambahan.
4. Pemotongan remisi.
5. Penundaan atau penghentian pembebasan bersyarat.